1
1

Survei Cigna: Perasaan Sejahtera Masyarakat Indonesia Menurun

   Survei Skor Kesejahteraan 360° di Indonesia yang diadakan perusahaan asuransi jiwa Cigna Indonesia pada Desember 2016, menghasilkan temuan bahwa perasaan sejahtera masyarakat Indonesia menurun. Hal itu dipicu perasaan khawatir terhadap kondisi finansial banyak keluarga Indonesia yang akhirnya mempengaruhi faktor kesehatan, keluarga, pekerjaan, dan usaha. Hal ini disampaikan Presiden Direktur Cigna Indonesia Herlin Sutanto dalam jumpa pers hasil Survei Skor Kesejahteraan 360° di Jakarta, 29 Agustus 2017.
   “Survei sangat penting bagi kami. Kami punya misi membantu masyarakat Indonesia untuk selalu meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan rasa aman. Lewat survei ini, kami mendapat masukan faktor-faktor apa saja yang bisa membuat manusia sejahtera,” tuturnya. Lebih lanjut dia jelaskan, survei itu merupakan kedua kalinya diadakan Cigna secara global. Survei pertama digelar pada 2015. Tahun ini, survei digelar di 13 negara dengan melibatkan 14.000 responden dewasa. Survei dilakukan secara online selama 20 menit. Negara-negara yang disurvei, Tiongkok, Hong Kong, India, Indonesia, Selandia Baru, Singapura, Korea Selatan, Spanyol, Taiwan, Thailand, Turki, Uni Emirat Arab (UEA), dan Britania Raya. Khusus Indonesia, responden berjumlah 1.007 orang dengan latar belakang beragam dan mewakili jumlah populasi.
   Herlin menjelaskan, skor kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia turun signifikan di 2016. Namun, masih di batas rata-rata skor internasional. Dari 13 negara, Indonesia berada di posisi keenam dengan skor 62,8, sedikit di bawah UEA (63,1), namun lebih tinggi dibandingkan Britania Raya (60,8), Singapura (59,4), dan Hong Kong (58,6). Pada 2015 lampau, skor kesehatan dan kesejahteraan Indonesia 66,5. Skor seluruh aspek kesejahteraan di Indonesia menurun. Secara terperinci, pada 2016, skor aspek fisik 60,9, sosial 63,8, keluarga 65,7, finansial 55,2, dan pekerjaan 70,8. Sebelumnya pada 2015, skor aspek fisik 65,9, sosial 65,5, keluarga 74,2, finansial 55,4, dan pekerjaan 72,9.
    Dikatakan, berdasarkan survei itu, persepsi masyarakat Indonesia terhadap kesehatan dan kesejahteraan mereka turun cukup signifikan karena faktor finansial. “Sejak survei ini dilakukan pertama kali di Indonesia pada 2015, kondisi keuangan masih menjadi tantangan utama masyarakat Indonesia. Skor finansial masih menempati urutan terbawah dibandingkan aspek kesejahteraan lainnya seperti pekerjaan dan kesejahteraan sosial,” tutur Herlin.
Menurut dia, tantangan itulah yang kemudian menjadi alasan utama mengapa mayoritas responden semakin tidak percaya diri dalam menjamin kesehatan dan kesejahteraan keluarga mereka. Survei itu menunjukkan, hanya 24 persen responden yang bisa memenuhi kebutuhan kesehatan keluarga mereka, dan hanya 21 persen yang bisa membantu kondisi keuangan orang tua mereka.
    Herlin menilai, pertumbuhan ekonomi nasional di atas lima persen ternyata tidak secara langsung mempengaruhi kepercayaan masyarakat secara finansial. Ekonomi tumbuh, tetapi kebutuhan finansial juga meningkat. Selain itu, kebutuhan kesehatan terus naik, jauh melampaui kenaikan inflasi, begitu juga kebutuhan finansial untuk pensiun dan pendidikan anak.
   Dalam kesempatan yang sama, Chief Marketing Officer Cigna Indonesia Ben Furneaux memaparkan bahwa meskipun jumlah masyarakat usia produktif di Indonesia cukup besar, banyak di antara mereka yang terjebak dalam kondisi ‘generasi sandwich’. Juga adanya mitos yang ada di kalangan masyarakat Indonesia adalah “banyak anak, banyak rejeki”. Generasi ini memandang, begitu memasuki usia produktif, anak-anak harus menyokong hidup orang tua mereka secara finansial. Sayangnya, kata Furneaux, saat mereka melakukan hal itu, mereka tetap harus membiayai hidup keluarga mereka. Ini yang menyebabkan mereka terjebak di antara dua generasi.
   Dia tambahkan, ketika masyarakat Indonesia disibukkan segudang tanggung jawab mengurus dua generasi keluarga, mereka kehilangan waktu untuk diri sendiri. Hanya 37 persen responden yang cukup tidur setiap malam, turun dari tahun lalu yang sebanyak 48 persen. Lalu, hanya 24 persen masyarakat Indonesia yang bisa berolah raga teratur untuk menjaga kesehatan mereka. “Tidur nyenyak dan olah raga rutin merupakan dua faktor penting bagi kita untuk bisa hidup sehat,” ujar Ben.
    Survei ini menunjukkan hanya 21 persen masyarakat Indonesia yang memiliki dana yang cukup untuk pensiun, angka yang sama dengan tahun sebelumnya. “Dengan menunda persiapan pensiun, masyarakat Indonesia banyak yang ‘terjebak usia’ dan tidak siap secara finansial,” ujar Ben. Itulah sebabnya, banyak masyarakat Indonesia ingin terus bekerja bahkan setelah usia pensiun. Bukan karena mereka ingin tetap aktif, tapi karena memang butuh uang.
   Ben menambahkan, Cigna Indonesia memiliki rangkaian solusi perlindungan yang beragam, serta memenuhi kebutuhan para nasabahnya di setiap langkah kehidupan mereka. “Kami juga menjadi pionir dalam menyediakan solusi asuransi kesehatan yang menawarkan perlindungan satu keluarga dalam satu polis asuransi,” tuturnya. Edi

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post AASI 2017-2020 Umumkan Perangkat Kerjanya
Next Post Prudential Indonesia Dukung Sekolah Ramah Anak di Papua

Member Login

or