Media Asuransi, JAKARTA – Kebijakan iuran wajib terkait program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mendapat protes dari berbagai kalangan, karena dianggap merugikan. Bahkan ada tuntutan agar pemerintah membatalkan program tersebut.
Iuran kepesertaan yang dianggap cukup tinggi karena dihitung sebagai persentase dari gaji atau upah. Bagi pekerja dengan pendapatan di atas UMR, setiap bulan gaji mereka akan dipotong sebesar 2,5 persen. Di tengah kondisi ekonomi yang lemah dan daya beli masyarakat yang menurun, potongan ini tentu sangat memberatkan. Kondisi menjadi salah satu pemicu terjadinya pro dan kontra terkait Tapera.
Berdasarkan Pasal 1 PP Nomor 25 Tahun 2020, Tapera adalah sebuah kebijakan berupa penyimpanan yang dilakukan oleh Peserta Tapera secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.
Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Aturan Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tersebut tentang Penyelenggaraan Tapera. Dengan regulasi ini, para pekerja swasta dan mandiri diwajibkan menjadi peserta Tapera.
Terkait dengan pro kontra TAPERA Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur PUPR, Herry Trisaputra Zuna, mengatakan bahwa kenaikan harga properti, pertumbuhan populasi penduduk yang lebih tinggi dari pertumbuhan pembangunan hunian, ketidakpastian ekonomi dan ketidakterjangkauan antara harga rumah yang ada di pasar dan penghasilan masyarakat berpenghasilan rendah, dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengetahui perlu tidaknya Tapera.
“Penerapan program Tapera sebenarnya, tidak hanya dijalankan oleh Indonesia, namun juga diterapkan di beberapa negara lain,” ujar Herry. Dia mencontohkan program serupa Tapera yakni program Central Provident Fund (CPF) Singapura yang bersifat wajib. Porsi pendapatan 20 persen pekerja, 15,5 persen pemberi kerja. Ini diperuntukkan untuk Dana Pensiun, pembiayaan rumah, layanan kesehatan, dan Fasilitas Pendidikan.
Sebelumnya, Komisioner BP Tapera, Adi Setianto, pernah mengatakan bahwa Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) telah memperluas kepesertaan BP Tapera dengan menyasar pekerja mandiri yakni pekerja informal dan pegawai honorer atau kontrak. “Melalui program Tapera, pekerja mandiri atau informal akan mendapat kesempatan untuk mendapatkan pembiayaan rumah pertama atau yang disebut Rumah Tapera yang layak huni, tepat kualitas, dan tepat sasaran,” ungkap Adi.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News