Media Asuransi, JAKARTA – Banyak keluhan nasabah bahwa nilai investasi mereka pada produk unitlink memiliki kinerja imbal hasil di bawah ekspektasi, bahkan cenderung negatif sehingga hal tersebut mempengaruhi besaran nilai tunai unitlink.
Menanggapi fenomena ini, Head of Investment Research Infovesta Utama, Wawan Hendrayana, mengatakan tidak bisa dipungkiri bahwa kinerja investasi imbal hasil unitlink yang jelek membuat nasabah merasa dirugikan atau ditipu karena tidak sesuai dengan ilustrasi imbal hasil yang disampaikan di awal.
“Yang nilai return-nya jelek itu biasanya mereka pilihannya agresif di saham karena memang ilustrasi return saham lebih menarik ketimbang pendapatan tetap atau campuran,” jelasnya kepada Media Asuransi, belum lama ini.
Dalam memilih instrumen investasi pada produk unitlink, menurut Wawan, nasabah sebaiknya memprioritaskan penempatan dana pada instrumen pendapatan tetap atau obligasi. “Sejelek-jeleknya obligasi dari sisi harga, dia masih memberikan kupon sehingga nilai tunai obligasi akan lebih terjaga meski ilustrasi memang saham lebih menarik,” jelasnya.
Wawan mengatakan diversifikasi alokasi instrumen investasi penting dilakukan pada produk unitlink dengan porsi terbesar pada instrumen pendapatan tetap dengan komposisi 50:50 agar nilai tunai unitlink bisa terjaga dengan baik. “Kalau investasi 5 tahunan bisa 60:40 atau konservatif-nya 70:30. Penempatan di saham itu hanya sweetener saja sehingga risikonya lebih terukur,” ujarnya.
|Baca juga: Ini Dia Penyebab Nilai Tunai Unitlink Bisa Berkurang
Berdasarkan historical, Wawan mengungkapkan bahwa kinerja return saham selama 5 tahun terakhir tidak pernah setinggi yang tercatat pada ilustrasi karena kinerja IHSG selama 5 tahun terakhir cenderung jalan di tempat.
“Nasabah unitlink harus minta kinerja investasi unitlink ke perusahaan asuransi secara historis ketika mau beli. Silakan dicermati kinerja 3 tahun-5 tahun seperti apa. Investor harus tahu sehingga punya gambaran seharusnya penempatannya ke instrumen apa. Pasti pendapatan tetap kinerjanya akan lebih bagus. Ini akan menolong banget menjaga nilai tunai unitlink-nya,” papar Wawan.
Pada instrumen pendapatan tetap pun, sambung Wawan, nasabah juga harus tanya isinya apakah obligasi pemerintah (SUN) atau obligasi korporasi. “Kalau SUN itu memang plus minus misal suku bunga naik dia akan paling terpengaruh, tetapi dia relatif aman karena kemungkinan default tidak ada. Kalau isinya obligasi korporasi, most likely kinerjanya lebih bagus, BBB aja rata-rata kuponnya bisa 10%, tetapi minusnya ada risiko gagal bayar,” terangnya.
Lebih lanjut, Wawan mengatakan kombinasi investasi dan proteksi pada unitlink pada dasarnya bagus bagi nasabah yang tidak disiplin dalam mengatur keuangannya. Tentu dengan catatan, pilihan investasinya juga dilakukan secara tepat dan cermat dengan diversifikasi instrumen yang dominan pada instrumen pendapatan tetap.
“Unitlink ada plusnya memang fee lebih mahal. Ketika saya tambah usia, untuk beli proteksi tradisional pasti lebih mahal. Dan kalau tidak ada klaim ya uang hilang saja. Tapi kalau unitlink kontraknya jangak panjang dimana preminya tidak naik tiap tahun dan bila investasinya betul maka nilai tunainya juga bisa untuk bayar premi atau diambil.”
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News