Media Asuransi, JAKARTA – Pergerakan rekor Bitcoin (BTC) di atas US$69.000 dengan cepat berubah menjadi pertumpahan darah pada hari Selasa (5/3).
BTC bergerak dengan volatilitas sangat tinggi dimana sempat menyentuh angka tertinggi sepanjang masa (All-time High/ATH) di level US$69.200 atau sekitar Rp1 miliar, lalu terkoreksi tajam di bawah US$60.000. Sisi baiknya, Bitcoin mampu bangkit dengan cepat.
Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menjelaskan Bitcoin berhasil menguji ulang area harga US$59.000-US$62.000, di mana baru-baru ini berkonsolidasi selama seminggu sebelum naik ke level tertinggi sepanjang masa. Lonjakan harga Bitcoin ke level rekor memicu sejumlah besar trader dan investor untuk memanfaatkan keuntungan.
“Bitcoin tidak turun secara alami. Mengingat hampir semua orang menantikan ATH baru Bitcoin, jadi setelah itu tercapai mereka ambil sikap untuk mendapat untung. Ada kemungkinan besar aksi ambil untung masih terus terjadi. Investor harus cermati pergerakan BTC yang meningkat menjelang halving,” kata Fyqieh dalam riset yang dikutip, Jumat, 8 Maret 2024.
|Baca juga: Harga Bitcoin Rekor Tembus US$64.000, Trader Harus Waspada Pembalikan Tren
Fyqieh menjelaskan meskipun situasi perdagangan saat ini tampak cukup bullish karena harga telah pulih secara signifikan, perspektif yang lebih luas masih berada dalam ancaman bearish. Perlu dicatat bahwa, meskipun ada upaya bullish yang besar, harga BTC tidak mampu melonjak di atas ‘resistensi utama’ yaitu di level US$69.000.
“Tetapi pemulihan cepat BTC ke US$67.000 dalam satu hari menjadi berbeda dan mungkin menandakan pergerakan yang lebih tinggi. Penurunan tersebut terjadi dengan sangat cepat dan agresif, dan US$60.000 terbukti menjadi level support yang baik. Potensi adanya penembusan lebih tinggi dalam jangka pendek bisa terjadi, karena tren naik segera berlanjut,” jelasnya.
Faktor utama kebangkitan Bitcoin adalah kuatnya arus masuk dana ETF BTC spot yang terdaftar di AS selama penurunan sebesar US$648 juta. Hal ini menunjukkan bahwa investor institusi yang tergabung di ETF tidak terpengaruh oleh penurunan tersebut dan melakukan aksi beli Bitcoin di harga rendah tersebut.
“Penembusan cepat bitcoin kembali ke atas level US$62.000 menandai dimulainya tren naik baru yang menargetkan tingkat harga US$76.000 atau Rp 1,1 miliar. Terlepas dari ini, Bitcoin masih diyakini telah melakukan pergerakan parabola hingga mencapai US$100.000 (Rp 1,5 miliar) atau lebih dalam siklus saat ini,” ungkap Fyqieh.
Dengan peningkatan nilai yang stabil dan penerimaan yang terus menerus oleh institusi dan masyarakat umum, kemungkinan besar peristiwa “halving” yang akan datang, dapat mendorong harganya ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Peningkatan permintaan untuk Bitcoin mungkin diakibatkan oleh penggunaannya sebagai penyimpan nilai dan lindung nilai inflasi.
Sementara itu menengok ke belakang, dua peristiwa halving sebelumnya yang terjadi pada tahun 2012 dan 2016 didahului oleh lonjakan harga yang signifikan yang membuat Bitcoin (BTC) mencapai titik tertinggi sepanjang masa.
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News