1
1

Walau Volatil, Dana Asing Masih Masuk ke Pasar Obligasi

Ilustrasi Obligasi. | Foto: Freepick

Media Asuransi, JAKARTA – Pasar obligasi Indonesia di tengah tarif resiprokal Amerika Serikat masih mencatat data positif. Berbeda dengan pasar saham, pasar obligasi Indonesia, khususnya obligasi pemerintah masih membukukan dana masuk investor asing.

Secara year to date atau sejak awal tahun, investor asing masih membukukan beli bersih sebesar Rp2,59 triliun per 25 April 2025.

|Baca juga: Investor Pasar Modal Tembus 16 Juta Orang

“Di tiga bulan pertama, asing terus mencatatkan beli bersih paska terkoreksi di November 2024 seiring dengan meningkatnya sentiment negatif eksternal setelah terpilihnya Trump. Namun demikian, di April 2025, tekanan jual melanda akibat kebijakan tarif Trump di mana dia menaikkan tarif resiprokal sebelum memutuskan untuk menundanya.” Jelas analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo, Ahmad Nasrudin kepada Media Asuransi, Sabtu, 3 Mei 2025.

Asing membukukan jual bersih hingga mencapai Rp12,64 triliun selama 1-25 April dan kepemilikan mereka berkurang dari Rp891,87 triliun di akhir Maret 2025 menjadi Rp879,23 triliun di 25 April 2025.

|Baca juga: IHSG Sesi I Jumat Menguat

Menurutnya, ada beberapa alasan mengapa pasar obligasi RI masih menarik dari kacamata asing. Pertama, yield yang masih tinggi. Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia, pasar domestik menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi. Selain itu, di antara negara-negara dengan kategori peringkat sovereign BBB seperti India dan Filipina, yield 10 tahun Indonesia juga lebih tinggi. Yield surat utang negara tenor 10 tahun di angka 6,94 persen, sementara India dan Filipin memberi yield 6,39 persen dan 6,30 persen.

Alasan kedua adalah depresiasi rupiah. Bagi asing, depresiasi memungkinkan mereka untuk mendapatkan lebih banyak unit karena ketika mereka menukar dolar AS yang mereka pegang, mereka mendapatkan lebih banyak rupiah. Sehingga, pasca-harga terkoreksi (yield naik) dan rupiah terdepresiasi, asing akan kembali masuk untuk mendapatkan keuntungan dari diskon harga dan depresiasi rupiah.

“Setelah harga cukup mahal dan sentimen negatif meningkat, seperti pada kasus di awal April akibat tarif Trump, asing kembali keluar untuk taking profit. Situasi ini membuat pasar Indonesia relatif volatil jika dibandingkan dengan pasar seperti India dan Filipina,” imbuhnya.

Ketiga adalah peringkat sovereign yang stabil di investment grade dengan outlook yang stabil. Terbaru, lembaga pemeringkat Fitch kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB, yakni satu tingkat di atas level terendah investment grade dengan outlook stabil pada 11 Maret 2025.

“Peringkat tersebut memberikan kepercayaan bagi investor asing untuk masuk kembali ke pasar domestik. Apalagi, pasar domestik menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara berperingkat di sekitar BBB seperti Filipina dan India,” pungkas Ahmad.

Editor: Irdiya Setiawan

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post CIMB Niaga Resmikan Digital Branch di Makassar
IHSG
Next Post Kapitalisasi Bursa Naik Rp270 Triliun dalam Sepekan

Member Login

or