Media Asuransi, JAKARTA – Wanita terkaya di Asia kehilangan lebih dari setengah kekayaannya selama setahun terakhir. Hal tersebut lantaran guncangan krisis di sektor properti Negeri Tirai Bambu.
Berdasarkan dan Bloomberg Billionaires Index yang dirilis Kamis, 28 Juli 2022, Yang Huiyan, pemegang saham mayoritas di raksasa properti China Country Garden, kekayaan bersihnya turun lebih dari 52% menjadi US$$ 11,3 miliar dari US$$ 23,7 miliar tahun lalu.
Baca juga: Saham IIKP yang Dikempit ASABRI Terancam Delisting Paksa
Kekayaan Yang pada Rabu, 27 Juli 2022, juga merosot akibat sahamnya di Country Garden yang berbasis di Guangdong anjlok 15%. Penurunan itu menyusul pengumuman perusahaan untuk menerbitkan saham baru guna mendapatkan tambahan dana segar sekitar US$ 343 juta.
“Hasil dari penjualan akan digunakan untuk membiayai kembali utang luar negeri yang ada, modal kerja umum, dan tujuan pengembangan di masa depan,” kata Country Garden seperti dikutip AFP, Kamis, 28 Juli 2022.
Adapun, Yang mewarisi kekayaannya ketika ayahnya, pendiri Country Garden Yang Guoqiang, mengalihkan sahamnya kepadanya pada 2005.
Dia menjadi wanita terkaya di Asia dua tahun kemudian setelah melakukan penawaran umum perdana (IPO) di Hong Kong.
Namun, posisinya kini terancam karena taipan serat kimia, Fan Hongwei, sekarang menguntit di belakangnya dengan kekayaan bersih US$ 11,2 miliar.
Sebelumnya, penjualan properti di China diproyeksi akan merosot hingga 30% pada tahun ini. Hal ini diramalkan oleh lembaga pemeringkat keuangan S&P Global Ratings.
Baca juga: Volta, Anak Usaha MCAS Group, Gandeng PLN Kembangkan SPBKLU
Dalam rilisnya yang dikutip CNBC International, hal ini tergambar dari performa pembayaran konsumen yang saat ini mengalami banyak tunggakan. Ini mengancam para pengembang yang mengandalkan pembayaran cicilan konsumen untuk pembangunan propertinya.
“Penurunan seperti itu akan lebih buruk daripada tahun 2008 ketika penjualan turun sekitar 20%,” Esther Liu, direktur di S&P Global Ratings, mengatakan dalam sebuah wawancara telepon Rabu, 27 Juli 2022.
Dalam catatan terpisah, S&P Global Ratings juga memperkirakan pembayaran hipotek yang ditangguhkan dapat memengaruhi dana hingga 974 miliar yuan atau Rp2.162 triliun.
“Jika ada penurunan tajam dalam harga rumah, ini bisa mengancam stabilitas keuangan,” kata laporan itu. “Pemerintah memandang cukup penting untuk segera meluncurkan dana bantuan untuk mengatasi kepercayaan yang terkikis,” tambahnya.
Sejak akhir Juni, penghitungan tidak resmi menunjukkan peningkatan pesat pembeli rumah China yang menolak membayar hipotek mereka di ratusan proyek. Penolakan ini diprediksi akan terjadi sampai pengembang menyelesaikan konstruksi di apartemen.
Padahal, sebagian besar rumah di China dijual sebelum selesai, menghasilkan sumber arus kas yang penting bagi pengembang. Para pengembang berjuang untuk mendapatkan pembiayaan dalam dua tahun terakhir karena Beijing menindak ketergantungan mereka yang tinggi pada utang untuk pertumbuhan. Aha
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News