Media Asuransi, JAKARTA – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) melaporkan nilai klaim lini bisnis asuransi kredit per kuartal II/2022 melonjak 88,6 persen year on year (yoy). Pertumbuhannya hampir 10 kali lipat jika dibandingkan dengan kenaikan premi lini bisnis ini di periode yang sama, yakni sebesar 8,9 persen.
Mengingat asuransi kredit ini umumnya berjangka panjang namun preminya dibukukan di muka, ada risiko yang mesti dimitigasi oleh perusahaan asuransi umum. Menurut Wakil Ketua Bidang Statistik, Riset & Analisa AAUI, Trinita Situmeang, salah satu yang perlu diperhatikan adalah pencadangannya.
“Untuk premi-premi yang melibatkan pertanggungan jangka Panjang atau periodenya lebih dari satu tahun atau multiyear misalnya sampai dengan 15 tahun, maka kita harus lebih cermat melihatnya dan cadangannya harus lebih baik,” katanya dalam jumpa pers secara daring, Rabu, 21 September 2022.
Menurut Trinita, risk management untuk asuransi kredit ini perlu. Karena, jika melihat angka-angka, sepertinya immediate action dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi untuk lini bisnis asuransi kredit ini perlu dilakukan.
“Yang perlu dicermati adalah potensi terjadinya cashflow mismatch untuk periode-periode jangka panjang karena ketidakcukupan premi. Mengingat sudah dibukukan di depan preminya tetapi di belakang kemudian berdatangan klaimnya, sementara itu pencadangannya kurang memadai untuk mengantisipasi beberapa volatilitas yang mungkin terjadi karena nature dari asuransi kredit ini,” jelasnya.
|Baca juga: Klaim Asuransi Umum Q-2/2022 Tumbuh 35,7 Persen
Perusahaan asuransi harus memperhatikan dalam penerimaan account atau preminya. “Kalau dibukukan di depan, memang risikonya adalah di tahun-tahun setelahnya apa bila kita tidak menerima premi lagi, maka kita hanya akan mencatatkan klaim saja. Namun demikian untuk perhitungan cadangan, apabila dilakukan dengan baik maka seharusnya itu dapat di-managed,” tegasnya.
Data AAUI terakhir menunjukkan bahwa asuransi kredit masih menduduki posisi lini bisnis urutan ketiga penyumbang premi terbesar dengan proporsi mencapai 13,9 persen di kuartal II/2022. Pada periode ini, nilai premi asuransi kredit tercatat sebesar Rp6,39 triliun, tumbuh 8,9 persen jika dibandingkan dengan nilai premi lini bisnis asuransi ini per kuartal II/2021 yang tercatat sebesar Rp5,87 triliun.
Sejalan dengan pertumbuhan premi asuransi kredit, maka di industri reasuransi, premi lini bisnis reasuransi kredit juga ikut naik. AAUI mencatat reasuransi kredit naik 97,3 persen atau sebesar Rp656,5 miliar, dari Rp674,4 miliar per Juni 2021 menjadi Rp1,33 triliun per Juni 2022.
Namun di sisi lain, asuransi kredit mencatatkan pertumbuhan nilai klaim sebesar 88,6 persen atau bernilai Rp2,19 triliun, yakni dari Rp2,48 triliun per Juni 2021 menjadi Rp4,67 triliun per Juni 2022. Sementara itu di reasuransi, peningkatan nilai klaim ini terutama disumbangkan oleh melonjaknya klaim reasuransi kredit sebesar 81,7 persen per kuartal II/2022, yakni dari Rp500,7 miliar per Juni 2021 menjadi Rp910 miliar per Juni 2022.
|Baca juga: Klaim Asuransi Umum Q-2/2022 Tumbuh 35,7 Persen
Rasio klaim asuransi kredit per kuartal II/2022 tercatat sebesar 73,0 persen, melonjak jika dibandingkan dengan rasio klaim asuransi kredit per kuartal II/2021 yang sebesar 42,2 persen. Sedangkan kontribusi klaim asuransi kredit terhadap klaim secara keseluruhan, per kuartal II/2022 tercatat sebesar 26,3 persen, meningkat jika dibandingkan dengan kontribusi klaim per kuartal II/2021.
Laju pertumbuhan klaim asuransi kredit yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan preminya, juga mesti jadi perhatian khusus. Karena ada kemungkinan rasio klaim akan terus naik di masa mendatang, mengingat kewajiban terhadap nasabah lini bisnis ini berjangka panjang.
Menurut Trinita, premi asuransi kredit ini sebagian dibukukan di muka. Sekitar 20 persen di-cover selama satu tahun dan selebihnya secara jangka panjang. “Sehingga menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi dan reasuransi untuk melakukan pencadangan atas premi yang dibukukan di depan atas premi jangka panjang,” tuturnya.
Trinita menambahkan, kalau melihat rasio-rasio yang ada maka sejauh ini masih aman. Terutama rasio premi terhadap klaim dibayar. Kedua, pencatatan premi itu bisa jadi di muka -dalam hal ini kita belum dapat menyajikan berapa yang satu tahun tenornya, berapa yang 3 tahun, yang 5 tahun, 10 tahun atau bahkan 15 tahun- tetapi bisa kita lihat bahwa ini akan rentan jika termsnya 15 tahun.
“Namun apa bila pencadangan dilakukan dengan baik dan bisa di-release, maka loss ratio-nya akan ter-managed. Memang, jika nanti jika tinggal sendiri klaimnya yang dihitung, maka loss ratio-nya bagi perusahaan asuransi dan reasuransi akan naik, kalau tidak diikuti perbaikan atau kenaikan premi. Klaim auransi kredit ini dipengaruhi beberapa faktor, misalnya kalau default kemudian jika ada potensi katastrofe, potensi kegagalan bayar atau ketidakmampun kondisi ekonomi,” jelas Trinita.
|Baca juga: 5 Tantangan yang Dihadapi Industri Asuransi Kredit
Masalah manajemen risiko bagi asuransi kredit dan reasuransi kredit ini, menurut dia, harus dilihat satu per satu perusahaan. Mungkin ada beberapa langkah yang sudah dilakukan dan itu termasuk di dalamnya kebijakan-kebijakan bisnis yang kembali ke perusahaan masing-masing.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua AAUI untuk Bidang Teknik 3, Delil Khairat, menambahkan bahwa pertumbuhan klaim yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan preminya memang mesti dicermati oleh semua pelaku di industri asuransi kredit. “Seperti kita ketahui, perkembangan asuransi kredit yang tidak menggembirakan dalam 2-3 tahun terakhir telah menjadi perhatian banyak pihak. Tidak hanya kita di industri yang memiliki portofolio asuransi kredit, melainkan juga OJK,” katanya.
Lebih lanjut dia tambahkan, semua pemain dan semua stake holders harus dapat mencermati asuransi kredit dengan baik. Dengan demikian, perkembangan yang saat ini tidak menggembirakan dapat dikelola dengan sebaik-baiknya dan tidak mengganggu kestabilan industri pada umumnya di masa depan.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News