1
1

Bedah POJK 44/2020 sebagai Salah Satu Alat Penting Pengawasan Industri (Re)asuransi

Chartered Insurance Institute (CII) Ambassador/Mediator dan Arbiter LAPS SJK Russel Effandy. | Foto: Doc
Oleh: Russel Effandy, AAAI-K, IPGDI. Dip. CII.

Dari banyak media utama, kita dengan mudah mendapatkan berita mengenai OJK menyebutkan ada 13 perusahaan asuransi layak berada dalam pengawasan khusus. Walaupun mereka masih punya kesempatan dan masih berpeluang untuk sehat.

Pada dasarnya semua perusahaan asuransi berada dalam status diawasi OJK. Namun jika sebuah perusahaan asuransi namanya sudah muncul di koran atau berita dengan judul kira-kira: “Perusahaan Asuransi sudah  Diawasi OJK” maka sangat bisa dipastikan bukan lagi dalam pengawasan normal.

Sesuai dengan pasal 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/POJK.05/2021 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Nonbank yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Juni 2021, status pengawasan LJKNB ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Status pengawasan LJKNB sebagaimana dimaksud terdiri atas pengawasan norma, pengawasan intensif, atau pengawasan khusus.

‘Pengawasan normal’ adalah pengawasan terhadap LJKNB yang memenuhi kriteria sebagai LJKNB yang dinilai tidak memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usaha atau sebagai LJKNB yang dinilai tidak mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usaha.

Sementara itu, ‘pengawasan intensif’ adalah suatu peningkatan proses pengawasan terhadap LJKNB yang sebelumnya berada pada pengawasan normal dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi LJKNB sehingga menjadi status pengawasan normal. Tindakan untuk mengembalikan kondisi LJKNB dilakukan dengan menetapkan tindakan pengawasan (supervisory actions) yang sesuai dengan permasalahan LJKNB.

Adapun ‘pengawasan khusus’ adalah suatu peningkatan proses pengawasan terhadap LJKNB yang sebelumnya berada pada pengawasan normal atau pengawasan intensif dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi LJKNB sehingga menjadi status pengawasan normal. Tindakan untuk mengembalikan kondisi LJKNB dilakukan dengan menetapkan tindakan pengawasan (supervisory actions) yang sesuai dengan permasalahan LJKNB.

Jika kita cerna di sini, maka ada satu kata kunci yang harus digarisbawahi bahwa tindakan pengawasan (supervisory actions) akan dilakukan dengan sangat sangat cermat oleh OJK, jika kondisi normal memburuk menjadi intensif, apalagi khusus.

Underwriting Audit

Apakah underwriting audit menjadi bagian penting dari tindakan pengawasan (supervisory actions) di atas? Atau, apakah underwriting audit pada level normal, dapat mencegah kondisi perusahaan asuransi memburuk menjadi dalam pengawasan intensif atau pengawasan khusus? Menurut penulis: Ya.

Bagaimana caranya? POJK 44/POJK.05/2020 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank mengaturnya. Di dalam Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 6 Risiko Asuransi berbunyi bahwa risiko kegagalan perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan asuransi syariah, dan perusahaan reasuransi syariah untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta sebagai akibat dari ketidakcukupan proses seleksi risiko (underwriting), penetapan premi atau kontribusi, penggunaan reasuransi, dan/atau penanganan klaim.

Mengapa ketidakcukupan atau inadequacy menjadi penting menurut hemat penulis? Karena ketidakcukupan inilah menjadi awal semua permasalahan yang dibahas di POJK 9/POJK.05/2021 utamanya terkait pengawasan yang harus dilakukan oleh OJK yang kemudian mengerucut pada supervisory action.

Dalam hal ini, ketidakcukupan ini terjadi pada proses seleksi risiko (underwriting), penetapan premi atau kontribusi, penggunaan reasuransi, dan/atau penanganan klaim.

Mari kita tukik inadequacy of underwriting atau ketidakcukupan seleksi risiko, dalam bahasa OJK. Kali ini, penulis ingin mengambil salah satu referensi CII dari buku CII – IF1 Insurance Legal and Regulatory tahun 2021 STUDY TEXT. Dalam buku ini dijelaskan bahwa fungsi utama underwriter adalah untuk: menilai risiko yang dimasukkan ke dalam pool, memutuskan apakah akan menerima risiko atau tidak (atau seberapa banyak risiko yang akan diterima), menentukan syarat, ketentuan dan ruang lingkup atau luas jaminan pertanggungan yang akan ditawarkan, dan menghitung premi yang sesuai untuk menutupi klaim yang diharapkan, memberikan cadangan, memenuhi semua biaya dan memberikan keuntungan.

Sementara itu underwriter adalah: orang yang dipekerjakan oleh perusahaan asuransi untuk membuat keputusan tentang akseptasi dan premi, dan menerapkan standar perusahaan, Underwriter Lloyd, yang menerima seluruh atau sebagian risiko yang ditawarkan atas nama anggota Lloyd dan menerima semua atau sebagian dari premi yang dibayarkan sebagai imbalan atas persetujuan untuk memenuhi proporsi setiap kerugian tersebut, atau istilah yang digunakan untuk menggambarkan perusahaan asuransi itu sendiri, memenuhi peran underwriter karena menerima risiko.

Mengapa underwriter sangat penting dalam underwriting yang kata ini dimasukkan dalam POJK 44/2020? Sebab underwriter yang mengerjakan underwriting tersebut, dengan tugas-tugas yang dipaparkan di atas.

Mari kita dalami penilaian risiko dalam kegiatan underwriter sehari-hari. Apa sih yang dinilai? Dalam bahasa CII, bunyinya lebih kurang adalah risk assessment. Banyak sekali kisah tentang hal ini dalam buku IF1 ini. Namun coba kita ambil salah satu yang cukup sederhana untuk dimengerti. Ialah saat memutuskan premi yang fair atau adil (kontribusi yang adil), perusahaan asuransi memperhitungkan berbagai elemen risiko yang dibawa ke dalam pool oleh masing-masing pemegang polis. Hal ini sering disebut sebagai faktor diskriminasi.

Mencapai premi adalah proses yang rumit dan penilaian risiko yang tepat sangatlah penting. Penilaian yang benar akan memastikan bahwa premi yang adil dibebankan, dan keuntungan yang adil dapat dihasilkan. Hal ini adalah tugas underwriter saat mempertimbangkan risiko secara individual.

Nah, proses yang rumit dan penilaian risiko yang tepat haruslah dilalui untuk mendapat harga premi yang fair. Underwriting audit haruslah bisa menemukan proses ini di dalam kertas kerja underwriter dalam memilih dan memilah risiko di dalam pool atau perusahaan asuransi tersebut.

Caranya? Cobalah dengan random audit atau audit secara acak. Kita ambil satu file polis asuransi beserta kelengkapan kertas kerjanya. Ambillah polis yang mempunyai premi terbesar misalnya. Apakah proses rumit terlihat di dalam proses penilaian risiko yang ada di dalam file polis tersebut? Apakah proses rumit tersebut sudah tepat?

Kesimpulan

Complex process atau proses yang rumit harus diambil oleh underwriter dalam mengambil keputusan penerimaan risiko. Dan proses rumit ini menjadi awal kemudahan saat penyelesaian klaim. Dan ini menjadi misi dari POJK 44/2020 agar pengawasan yang termaktub di dalam POJK 9/2021 tetap berada pada kondisi normal.

Manakah yang kita pilih: mudah dalam proses underwriting namun rumit dalam penyelesaian klaim, atau rumit dalam underwriting namun mudah dalam penyelesaian klaim. Rasanya pilihan kedua dengan ‘tidak rumit’ kita ambil. Mari kita bahas kemudahan proses rumit underwriting di tulisan selanjutnya.

Penulis adalah Chartered Insurance Institute (CII) Ambassador/Mediator dan Arbiter LAPS SJK

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Kinerja Asuransi P&C di AS pada 2023 Bergantung Adaptasi Underwriting & Volatilitas Aset
Next Post Pemerintah Belum Putuskan Nasib PPKM

Member Login

or