1
1

Demonstrasi Agustus 2025 dan Pengaruhnya pada Polis Asuransi Harta Benda

Penulis adalah Wakil Manager Takaful Institute, PT Asuransi Takaful Umum. | Foto: Fajar Nindyo

Oleh Fajar Nindyo

 

Selang satu minggu setelah momen peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI dirayakan dengan megah dan meriah, suasana itu tiba-tiba pecah dan berubah saat dimulainya aksi unjuk rasa pada hari Senin, 25 Agustus 2025 yang dilakukan oleh kelompok massa dari berbagai kalangan.

Aksi unjuk rasa berlanjut di hari Kamis, 28 Agustus 2025 yang kali ini digelar oleh serikat buruh dengan membawa enam tuntutan, salah satu diantaranya terkait RUU Perampasan Aset. Setelah memasuki siang hari, kelompok massa dari mahasiswa dan seragam sekolah datang ke Gedung DPR/MPR RI yang menuntut pembubaran DPR serta mencabut tunjangan anggota dewan yang dinilai terlalu tinggi.

Unjuk rasa kali ini berlangsung ricuh yang pada puncaknya terjadi saat kendaraan taktis Brimob melindas Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online. Kemarahan sesama pengemudi ojek online memuncak saat Gedung Mako Brimob Polda Metro Jaya di Kwitang Jakarta Pusat digeruduk dan dikepung oleh rekan-rekan seprofesi Affan, Jumat, 29 Agustus 2025.

Pada hari Sabtu, 30 Agustus 2025, sebagian massa mendatangi rumah beberapa anggota DPR yang tersulut oleh sikap, perilaku, dan pernyataan yang melukai hati rakyat. Begitu juga rumah salah satu menteri yang tak luput dari sasaran penjarahan sebagai pelampiasan amarah yang tak terkendali.

Situasi politik dan keamanan di akhir Agustus 2025 sampai awal September 2025 ini berakibat pada meningkatnya kerawanan stabilitas keamanan dalam negeri. Bagaimana sebenarnya rangkaian kejadian demonstrasi besar-besaran tersebut akan berpengaruh pada potensi meningkatnya laporan klaim asuransi?

Berbagai kerusakan fisik bangunan baik sarana publik maupun bangunan milik swasta atau perorangan dipastikan akan meningkatkan laporan klaim asuransi dengan penyebab utama berasal dari kejadian kerusuhan dan/atau huru-hara, khususnya pada polis-polis asuransi yang telah diperluas dengan jaminan yang relevan.

Artikel ini akan mencoba menganalisa ada tidaknya liabilitas atau tanggung jawab polis asuransi harta benda (property insurance) atas kejadian demonstrasi dan penjarahan lalu.

Pada lini bisnis asuransi harta benda, terdapat setidaknya dua jenis polis asuransi yang akan terdampak secara signifikan yaitu: (1) PSAKI yang diperluas dengan jaminan Huru-Hara dan (2) PAR/IAR yang diperluas dengan jaminan Huru-Hara.

 

(1) 𝐏𝐒𝐀𝐊𝐈 + 𝐄𝐧𝐝𝐨𝐫𝐬𝐞𝐦𝐞𝐧 𝐇𝐮𝐫𝐮-𝐇𝐚𝐫𝐚 (𝐊𝐨𝐝𝐞 4.1𝐁/2007)

Dalam merespons kerugian dan/atau kerusakan yang diakibatkan oleh unjuk rasa Agustus 2025 ini, PSAKI (Polis Standard Asuransi Kebakaran Indonesia) secara lugas telah memberikan definisi bahaya (peril) yang berkaitan dengan peristiwa kerusuhan, huru-hara, penjarahan, dan yang sejenis atau sekelompok.

Sebagai contoh, dalam Wording PSAKI Bab III Definisi disebutkan definisi Kerusuhan yaitu tindakan suatu kelompok orang minimal sebanyak 12 orang yang dalam melaksanakan suatu tujuan bersama menimbulkan suasana gangguan ketertiban umum dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta pengrusakan harta benda orang lain. Pada skala jumlah massa dan gangguan yang ditimbulkan lebih besar, kejadian tersebut akan masuk dalam definisi huru-hara.

Wording PSAKI yang berbasis ‘named perils’ secara standar tidak akan meng-cover kerugian dan/atau kerusakan yang terjadi yang disebabkan oleh peristiwa kerusuhan dan/atau huru-hara. Meskipun bahaya (peril) kebakaran disebutkan dalam operative clause sebagai risiko yang dijamin namun terikat atau dibatasi hanya kebakaran yang disebabkan oleh kekuranghati-hatian atau kesalahan tertanggung atau pihak lain, ataupun karena sebab kebakaran lain sepanjang tidak dikecualikan dalam polis.

Sementara itu jika merujuk pada Bab II Pengecualian, dinyatakan bahwa polis ini tidak menjamin kerugian atau kerusakan pada harta benda yang disebabkan oleh kerusuhan, pemogokan, penghalangan bekerja, perbuatan jahat, huru-hara, pembangkitan rakyat, pengambilalihan kekuasaan, revolusi, pemberontakan, kekuatan militer, invasi, perang saudara, perang dan permusuhan, makar, terorisme, sabotase, atau penjarahan.

Oleh karena itu, tanpa adanya pelekatan klausul Endorsemen Huru-Hara (Kode 4.1B/2007), hampir tidak ada celah atau kemungkinan bagi tertanggung untuk mendapat ganti rugi atas kejadian demonstrasi Agustus 2025 lalu. Peluang itu hanya dapat terjadi manakala tertanggung dapat membuktikan sebaliknya (teori onus of proof), yakni kerugian dan/atau kerusakan yang ia alami disebabkan oleh bahaya (peril) yang disebutkan sebagai dijamin.

Kedua, secara aspek underwriting, penggunaan klausul di atas sudah tepat dilekatkan pada polis asuransi harta benda yang menggunakan Wording PSAKI (dan bukan wording lain). Dari isi redaksionalnya, klausul tersebut memang ditujukan untuk memperluas jaminan PSAKI yaitu melalui kalimat yang berbunyi, “…menyimpang dari Bab II – PENGECUALIAN butir 1.2.1…” di dalam endorsemen tersebut juga terdapat memorandum guna merevisi beberapa definisi dalam kelompok RSMDCC. Contohnya definisi kerusuhan yang pada pada Wording PSAKI tidak ada tambahan kalimat tertentu diubah dengan menambahkan sebuah kalimat “…atau tidak termasuk dalam pengertian Terorisme.”

 

(2) 𝐏𝐀𝐑/IAR + 𝐄𝐧𝐝𝐨𝐫𝐬𝐞𝐦𝐞𝐧 𝐇𝐮𝐫𝐮-𝐇𝐚𝐫𝐚 (𝐊𝐨𝐝𝐞 4.1𝐁/2007) (?)

Bagaimana respons polis asuransi harta benda yang menggunakan Wording IAR/PAR? Berbeda dengan Wording PSAKI, pada Wording PAR/IAR tidak dijumpai Pasal Definisi (meskipun beberapa bahaya/peril dalam kelompok RSMDCC disebutkan sebagai bahaya yang dikecualikan (General Exclusions applying to all Sections).

Artinya tidak ditemukan satu frase kalimat apapun yang dapat dijadikan referensi baik bagi tertanggung maupun penanggung dalam menyepakati apa itu riots, strikes, malicious acts, looting, civil commotion, dan seterusnya. Ketiadaan Pasal Definisi inilah yang tidak dijumpai dalam Wording PSAKI, yang dapat berpotensi menimbulkan perbedaan penafsiran antara tertanggung dan penanggung yang kemudian menyulut terjadinya perselisihan klaim (claim dispute) di antara keduanya.

Selanjutnya, jika kita semua di industri asuransi mau jujur, terdapat indikasi adanya praktik umum (common practice) yang jika dicermati lebih dalam kurang pas (improper) yaitu atas tradisi melekatkan klausul Endorsemen Huru-Hara (Kode 4.1B/2007) pada polis PAR/IAR padahal sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, klausul tersebut seharusnya hanya boleh digunakan pada Wording PSAKI (terlihat jelas dari frase kalimat “…menyimpang dari Bab II – PENGECUALIAN butir 1.2.1…”).

Sedangkan dari pihak Munich Re sebagai pembuat Wording PAR/IAR, tidak mengeluarkan klausul-klausul perluasan (padahal jika dibandingkan dengan Wording CAR Munich Re terdapat klausul Endorsement 001 SRCC sebagai opsi jika diperlukan adanya perluasan).

Saat Wording PAR/IAR masuk ke Indonesia dan dimodifikasi oleh asosiasi, pasal yang tersentuh perubahan atau revisi hanya sedikit, diantaranya bahaya gempa bumi/earthquake yang pada versi Munich Re tidak dikecualikan menjadi dikecualikan.

Maka melalui kejadian demonstrasi Agustus 2025 kiranya bisa dijadikan momentum bagi industri asuransi untuk ikut berbenah ke arah yang lebih baik, tidak hanya di sektor pemerintahan maupun lembaga negara lainnya.

Penulis adalah Wakil Manager Takaful Institute, PT Asuransi Takaful Umum

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Batavia Prosperindo (BPII) Bagi-Bagi Dividen Interim sebesar Rp42 Miliar
Next Post Saham Bank KB Indonesia (BBKP) Bergejolak, Ini Jawaban Resmi Perusahaan!

Member Login

or