1
1

Industri Asuransi di Era Kecerdasan Buatan

Budi Sartono Soetiardjo Pemerhati Publik & Asuransi. | Foto: doc

Oleh: Budi Sartono Soetiardjo

 

Revolusi Industri 4.0 telah memperlihatkan hasil luar biasa dengan lahirnya berbagai inovasi teknologi, seperti kecerdasan buatan (Artificial Intellegence/AI), Maha Data (Big Data), segala serba internet (Internet of Think/IoT), komputasi awan (Cloud Computation), dan mesin pembelajar (Machine Learning).

Perkembangan teknologi yang begitu pesat membuat manusia dimanjakan oleh karya-karya inovatif.  Revolusi industri 4.0 telah menghasilkan lompatan teknologi yang sangat mengagumkan.

Namun, di balik itu semua, perlahan tapi pasti, kehadiran mesin inovatif-generatif berbasis kecerdasan buatan, bisa menjadi ancaman serius bagi masa depan lahan pekerjaan, profesi, keterampilan maupun keahlian seseorang. Berbagai jenis profesi atau pekerjaan berpotensi termarjinalkan oleh kehadiran mesin cerdas yang memiliki kebisaan mendekati kemampuan manusia.

Saat ini, telah hadir beberapa karya teknologi berbasis kecerdasan buatan -AI (Artificial Intellegence), seperti ChatGPT/GPT-4, Image Generator, dan beberapa inovasi lain dengan basis teknologi yang sama.

Mesin generatif AI, sebutan bagi perangkat berbasis kecerdasan buatan, mampu mendukung kreativitas manusia untuk menghasilkan karya-karya interaktif-visual imaginatif. Profesi-profesi seperti, seniman lukis, cerpenis, juru foto, guru, dosen, dokter, analis risiko, pemasar (marketing) dan bidang-bidang pekerjaan lain, cepat atau lambat bisa tergantikan oleh kehadiran mesin-mesin generatif AI.

Ranah profesi di industri keuangan, khususnya asuransi, cepat atau lambat juga akan mengalami nasib serupa. Penggunaan teknologi berbasis kecerdasan buatan di industri ini bukanlah hal yang mustahil untuk diimplementasikan.

Oleh karenanya, bakal terjadi disrupsi profesi pada ecosystem industri asuransi, yang memunculkan sedikit kekhawatiran akan masa depan profesi parapihak yang terlibat langsung dalam aktivitas bisnis asuransi. Kehadiran portal insurtech di media sosial maupun media publik dalam beberapa tahun terakhir merupakan babak awal terjadinya proses disrupsi profesi, khususnya di bidang pemasaran asuransi.

Tanpa disadari, eksistensi portal insurtech, perlahan tapi pasti, mulai menggeser peran tenaga pemasar maupun agen asuransi. Dalam perkembangannya, belum banyak kontribusi yang bisa diberikan oleh insurtech, terutama dalam upayanya ikut mendorong kemajuan dan perkembangan industri asuransi secara signifikan.

Platform digital asuransi banyak bermunculan dan tersebar di berbagai akun media sosial, yang menyebut dirinya sebagai agregator, kendati dalam praktiknya, tidak semuanya benar. Insurtech adalah semacam usaha start up (rintisan) yang mencoba peruntungan di lini bisnis asuransi, dengan menawarkan berbagai kemudahan pelayanan, premi murah, serta potongan atau diskon yang menggiurkan.

Masih banyak kelemahan ditemukan pada platform digital insurtech, terutama dalam memberikan edukasi dan mitigasi risiko kepada client atau para nasabah asuransi, bila suatu saat mengalami ketidaknyamanan atau kesulitan untuk mendapatkan haknya. Insurtech, sebagai wadah digital pemasaran asuransi, masih banyak memiliki keterbatasan yang belum memberi solusi terbaik bagi upaya meningkatkan penetrasi pasar asuransi di Indonesia, yang sementara ini, masih tertinggal dari negara-negara tetangga serumpun ASEAN.

Padahal, dengan memanfaatkan teknologi berbasis kecerdasan buatan, hal-hal seperti tersebut di atas bisa dengan mudah teratasi. Dengan memanfaatkan perangkat mesin ChatGPT, atau perangkat digital sejenis lainnya, problem-problem teknis di industri asuransi sangat mudah diselesaikan.

ChatGPT bisa menjadi ‘asisten’ bagi para profesional asuransi guna memberi solusi terbaik terhadap berbagai persoalan yang muncul dan banyak dihadapi oleh para nasabah maupun perusahaan asuransi itu sendiri, baik pada tahap awal penutupan (pra-akseptasi) hingga pada saat nasabah asuransi mengalami kerugian (klaim).

Semua bisa dengan mudah diselesaikan secara efektif dan efisien, yang pada gilirannya bisa dipastikan akan memberikan kepuasan layanan bagi para nasabah. Dengan memanfaatkan perangkat ChatGPT, nasabah asuransi tak perlu berlama-lama memperoleh kepastian diterima atau ditolaknya klaim yang diajukan, sekaligus memberi kepastian kapan ganti rugi akan dilakukan.

Claim settlement’ bisa segera dilakukan tanpa proses bertele-tele. Bahkan, ChatGPT bisa memberikan saran dan rekomendasi terbaik terhadap berbagai persoalan yang dihadapi oleh para nasabah, tertanggung atau pemegang polis asuransi. Apalagi, jika muncul hal-hal yang dianggap meragukan dan berpotensi menimbulkan ‘dispute’.

Demikian pula, kehadiran mesin cerdas ChatGPT bakal sangat membantu para aktuaris, underwriter, claim surveyoradjuster, dan pekerja-pekerja teknis asuransi lainnya, yang selama ini membutuhkan waktu relatif lama untuk nenyelesaikan pekerjaannya.

Sebagai ilustrasi, proses akseptasi sebuah proposal asuransi, baik dalam lingkup asuransi jiwa maupun umum, bisa dengan mudah dieksekusi melalui chatGPT dalam tempo tidak terlalu lama.

Output atau response ChatGPT akan memberi gambaran tentang banyak hal, seperti, tingkat risiko obyek asuransi/pertanggungan, T/C polis asuransi (Terms and Conditions) yang harus dicantumkan, klausula-klausula yang perlu dilekatkan, tarif premi atau benefit yang bakal didapat, hingga catatan-catatan penting berupa rekomendasi maupun saran, tindakan-tindakan koreksi seperlunya terhadap obyek pertanggungan, apabila proposal dianggap proper atau layak untuk diaksep.

Namun demikian, kita tidak boleh terlalu berharap, sangat percaya dan bergantung penuh pada output, jawaban atau keputusan yang dihasilkan perangkat ChatGPT, karena potensi salah, error atau sesat bisa terjadi pada mesin cerdas ini.

Kecanggihan atau kehebatan ChatGPT sangat bergantung pada asupan Big Data (Mahadata) yang ada pada dirinya. Makin lengkap, detail, variatif, komprehensif Big Data yang diinput atau dimasukkan ke perangkat ChatGPT, maka makin sempurna response atau jawaban yang diberikan.

Terkait dengan pesatnya perkembangan teknologi berbasis kecerdasan buatan, saat ini terdapat  sejumlah brand penyedia mesin generatif AI yang sudah mampu membuat karya-karya visual menarik, seperti Midjourney, Devianart, Stability AI, dan open AI, yang dapat dipastikan ke depannya bakal banyak produk teknologi berbasis kecerdasan buatan lain yang lebih spektakuler.

Industri teknologi kecerdasan buatan kini sudah mampu membuat mesin layanan lebih canggih, yang mampu melayani berbagai tanya-jawab serta memberi rekomendasi maupun saran, layaknya seorang manusia.

Dalam perkembangannya, ChatGPT juga sudah mampu membuat tulisan, teks, karya ilmiah, narasi pidato, kampanye produk barang dan jasa, atau kampanye politik, dan berbagai materi pendidikan, bahkan sudah mampu menyusun sebuah draft skripsi.

Bisa jadi, pada suatu saat nanti, profesi atau pekerjaan guru, dosen, penceramah, bahkan aktuaris atau underwriter asuransi dan lain-lain, bisa digantikan dan cukup dilakukan hanya dengan menggunakan sebuah mesin cerdas ChatGPT.

Perangkat tersebut dirilis pada bulan Nopember 2022 lalu, sebagai salah satu produk inovasi dari open AI, yang merupakan hasil penggabungan teknologi pemahaman bahasa (Natural Language Undestanding/NLU) dan teknologi pengolahan bahasa (Natural Language Processing/NLP).

Secerdas atau sehebat apapun perangkat generatif AI – ChatGPT, tetap saja merupakan sebuah mesin yang tak memiliki intuisi dan emosi, sebagaimana yang dimiliki manusia.

Mesin cerdas ChatGPT adalah inovasi-karya manusia yang bisa menjadi teman dalam menyelesaikan berbagai persoalan, kendala  profesi atau pekerjaan. Melalui mesin cerdas ini efektivitas dan efisiensi pekerjaan bisa diperoleh dan dimaksimalkan sehingga sangat menghemat biaya serta memangkas waktu penyelesaian pekerjaan, dengan kualitas hasil pekerjaan lebih baik.

Perangkat chatGPT bukan lawan atau ancaman bagi sebuah profesi. Teknologi kecerdasan buatan dirancang untuk menghadirkan kemudahan, kecepatan, dan kenyamanan bagi umat manusia. Bukan sebaliknya, menjadi musuh dan ancaman.

Ada pepatah asing menyebut ‘The Man behind the Gun’. Untuk apa teknologi dibuat dan digunakan, semua bergantung pada faktor manusianya. Inilah dilema yang bakal kita hadapi nanti apabila manusia mendewakan ChatGPT sebagai media dan sarana untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidup, pekerjaan, atau profesi.

 

Pemerhati Publik & Asuransi

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Agung Podomoro & Bank Mandiri Teken Kolaborasi Pemasaran
Next Post Maucash dan GrosirOne Berkolaborasi untuk  Perluas Layanan Pembiayaan bagi Pelaku Usaha

Member Login

or