Oleh: Budi Sartono Soetiardjo
Apa itu ESG ?
ESG singkatan dari Environment (lingkungan), Social (sosial), dan Governance (tata Kelola). Konsep ini semakin popular dan mengglobal terkait erat dengan kegiatan perusahaan yang senantiasa mengupayakan peningkatan mutu dan nilai tambah.
Banyak perusahaan menempatkan standar ESG sebagai bagian penting dalam merancang bisnis perusahaan.
ESG telah mengubah perspektif kalangan bisnis dan investasi tentang makna sustainabilitas. Banyak investor tertarik pada perusahaan yang telah mengimplementasikan ESG. Dengan konsep ini, perusahaan bisa memperoleh manfaat langsung, misalnya, kemudahan dalam mendapatkan pinjaman dengan suku bunga rendah, meningkatkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan, serta meningkatkan citra dan reputasi perusahaan di mata publik.
Hanya saja, belum semua perusahaan mampu menerapkan ESG karena terkendala di dalam menentukan kriteria, matriks, dan indikator kerja.
ESG lahir atas kesadaran investor akan pentingnya bisnis yang berkelanjutan, yang mendorong perusahaan untuk menempatkan ESG sebagai bagian penting dari keputusan finansial jangka panjang.
Makna environment (lingkungan) dalam ESG, sangat terkait erat dengan bagaimana perusahaan merespons langsung berbagai isu tentang lingkungan, konservasi sumber daya alam, termasuk pemanfaatan energi ramah lingkungan hingga ke masalah pengelolaan sampah.
Sedangkan aspek sosial dalam ESG terkait erat dengan inklusivitas, kesetaraan gender di lingkungan kerja, isu pembebasan lahan serta dampaknya bagi penduduk sekitarnya. Adapun aspek governance atau tata kelola, terkait erat dengan standar dalam menjalankan roda organisasi perusahaan yang mengacu pada prinsip tata Kelola yang baik (good governance).
Data OJK menyebutkan, dana masyarakat yang dikelola oleh Reksa Dana yang telah menerapkan ESG meningkat cukup signifikan, dari Rp42 miliar pada tahun 2016, menjadi Rp3,5 triliun pada tahun 2021. Demikian pula, penerapan ESG di perusahaan pasar modal telah memberi dampak positif bagi emiten dan pasar keuangan di Indonesia.
Beberapa perusahaan BUMN yang telah menerapkan ESG antara lain, PT. Telkom Indonesia Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Pertamina Group, PT KAI, dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan swasta salah satunya adalah PT Djarum.
Contoh penjabaran ESG, di antaranya adalah mengenai keberlanjutan atau sustainability bisnis dan penggunaan teknologi, proteksi data dan informasi, pelibatan pelanggan demi kepuasan dan kesetiaan pelanggan, profesionalitas pekerja dan pengembangan SDM di bidang digital serta mengimplementasikan nilai-nilai sosial di perusahaan dan masyarakat.
ESG bisa diterapkan di semua lini industri, tak terbatas pada lingkup industri manufaktur. Industri asuransi sebagai salah satu jenis industri jasa (services), sangat terbuka luas untuk menerapkan ESG mengingat konsep ini telah menjadi fenomena global dunia bisnis.
Penerapan ESG di industri asuransi, bisa menjadi salah satu strategi perusahaan untuk lebih meningkatkan modal dan kapasitasnya, karena saat ini standar ESG telah menjadi magnet baru bagi para investor. Standar ESG telah membuka mata dan wawasan banyak kalangan, bahwa isu lingkungan – kelestarian alam, saat ini sudah menjadi tuntutan banyak pihak.
Lahirnya CSR (Corporate Social Responsibility), pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari kehadiran ESG. Banyak perusahaan-perusahaan besar yang telah menerapkan ESG, mengimplementasikan CSR-nya dalam bentuk memberi kontribusi terhadap perlindungan alam dan pelestarian lingkungan, termasuk satwa dan tumbuh-tumbuhan (flora dan fauna). Isu lingkungan dengan beragam permasalahannya, termasuk global warming – efek rumah kaca, maupun emisi karbon (carbon footprint), saat ini begitu krusial bagi banyak perusahaan internasional.
Demikian pula, manajemen risiko dan tata Kelola yang baik (Good Governance), akan memberi banyak manfaat, keuntungan dan nilai tambah bagi perusahaan. Buruknya tata kelola sebagian perusahaan asuransi di Indonesia, terbukti menimbulkan masalah besar bagi likuiditas perusahaan, yang pada ujung- ujungnya sangat merugikan masyarakat, para nasabah maupun pemegang polis asuransi.
Kasus gagal bayar di beberapa perusahaan asuransi bermasalah, merupakan bukti adanya “Bad governance” dalam perusahaan.
Standar ESG kini sudah menjadi “concern” banyak perusahaan di berbagai belahan dunia. Perusahaan tak boleh lagi hanya berpikir bagaimana caranya untuk mengeruk keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa memperdulikan aspek lingkungan, sosial dan tata kelola kerja yang baik.
Pemerhati Publik & Asuransi, serta Pengurus A3UI Jawa Barat
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News