1
1

Integrasi ESG dalam Industri Perasuransian Indonesia

Praktisi asuransi Marah Kerma Mardame Manurung. | Foto: Marah Kerma Marpaung

Oleh: Marah Kerma Mardame Manurung

 

Integrasi Environmental, Social, and Governance (ESG) kian menjadi agenda utama dalam industri asuransi global. Di tengah perubahan iklim yang makin ekstrem, tekanan regulasi internasional, serta meningkatnya tuntutan pemangku kepentingan, ESG tidak lagi dipandang sebagai jargon, melainkan strategi inti. Indonesia sebagai salah satu pasar asuransi yang tengah bertumbuh juga tidak bisa mengabaikan tren ini.

Laporan PricewaterhouseCoopers/PwC (2023) menunjukkan 25 persen perusahaan asuransi global menempatkan pemahaman regulasi ESG sebagai tantangan terbesar. Transparansi terkait risiko iklim kini menjadi standar baru, dengan adopsi Task Force on Climate-related Financial Disclosures (TCFD) sebagai acuan global. PwC menegaskan bahwa ESG bukan lagi sekadar reputasi, melainkan penentu kelangsungan bisnis di masa depan.

 

Memahami ESG Melalui Lensa Asuransi

ESG sejatinya sangat kontekstual dalam penerapannya, termasuk di industri asuransi. Dari sisi lingkungan (environmental), sektor asuransi memiliki peran vital dalam mitigasi risiko iklim. PwC (2023) mencatat 51 persen CEO asuransi global sudah berkomitmen menuju target net-zero, didorong oleh mitigasi risiko iklim (62 persen), tuntutan pelanggan (61 persen), dan ekspektasi investor (51 persen). Aranca (2022) bahkan menyoroti tren perusahaan reasuransi yang mulai menolak pembiayaan sektor karbon tinggi dan mengalihkan investasi ke energi terbarukan.

Bagi Indonesia, isu ini semakin relevan. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sepanjang tahun 2023 terjadi lebih dari 3.000 kejadian bencana, mayoritas berupa banjir dan cuaca ekstrem. Dampaknya langsung dirasakan industri perasuransian dalam bentuk klaim yang meningkat. Dengan risiko bencana yang tinggi, integrasi faktor lingkungan dalam manajemen risiko dan desain produk kini menjadi kebutuhan strategis.

Dari sisi sosial (social), asuransi memiliki peran besar dalam membangun kepercayaan dan memperluas akses proteksi. XPS Group (2023) menekankan pentingnya inklusi dan keadilan dalam produk asuransi. PwC (2023) melaporkan 69 persen CEO asuransi khawatir ketimpangan sosial memengaruhi perekrutan talenta. Relevansinya di Indonesia jelas, mengingat penetrasi asuransi nasional masih rendah, hanya sekitar 2,8 persen dari PDB (OJK, 2024). Produk inklusif yang menyasar masyarakat underserved dapat membuka pasar baru sekaligus memperkuat reputasi industri.

Pada dimensi tata kelola (governance), transparansi dipercaya menjadi faktor pembeda. KPMG (2023) mencatat 44 persen CEO asuransi percaya program ESG dapat meningkatkan kinerja keuangan. World Wide Technology/WWT (2022) menambahkan bahwa framework seperti TCFD membantu memperkuat manajemen risiko, khususnya dalam aspek underwriting dan investasi. Governance yang kuat bukan hanya menekan risiko reputasi, tetapi juga meningkatkan kredibilitas perusahaan di mata pemangku kepentingan.

 

ESG sebagai Imperatif Strategis

Integrasi ESG kini menjadi inti bisnis asuransi, sejalan dengan peran utamanya sebagai pengelola risiko. KPMG (2023) menegaskan bahwa ESG adalah kunci ketahanan bisnis. Dengan memasukkan faktor ESG, para underwriter dapat menilai risiko lebih akurat, termasuk risiko fisik akibat perubahan iklim yang makin sering dan parah. Hal ini memungkinkan penetapan premi yang lebih tepat serta menjaga keberlanjutan jangka panjang.

Selain itu, ESG membuka peluang pengembangan produk inovatif. Aranca (2022) menilai bahwa industri asuransi bukan hanya terdampak ESG, tetapi juga menjadi katalisator adopsi praktik keberlanjutan. Produk baru seperti asuransi parametrik dan pelindungan proyek energi terbarukan dapat mendorong perilaku hijau sekaligus memperluas pasar. Di Indonesia, peluang ini sejalan dengan agenda pemerintah dalam transisi energi dan target Net Zero Emission 2060.

Pada sisi investasi, integrasi ESG juga semakin penting. XPS Group (2023) mengingatkan bahwa portofolio besar asuransi sangat rentan terhadap risiko transisi. Penerapan prinsip ESG dalam manajemen aset membantu memitigasi risiko stranded assets sekaligus menangkap peluang pertumbuhan dari ekonomi hijau.

Tak kalah penting, tuntutan regulasi mempertegas urgensi ESG. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Roadmap Keuangan Berkelanjutan (RKB) Tahap II (2021-2025) kian mendorong lembaga keuangan menyalurkan pembiayaan hijau dan memperkuat tata kelola. Hingga 2023, OJK mencatat pembiayaan berkelanjutan di Indonesia telah mencapai Rp1.600 triliun, dengan kontribusi sektor asuransi dan reasuransi yang terus meningkat.

WWT (2022) bahkan menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi. Analitik canggih dan artificial intelligence (AI) dapat membantu perusahaan asuransi mengotomatiskan pengumpulan data ESG, meningkatkan akurasi analisis risiko, dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang terus berkembang.

 

Tantangan dan Jalan ke Depan

Meski peluangnya besar, integrasi ESG di industri perasuransian Indonesia masih menghadapi tantangan nyata. Ketersediaan data ESG yang belum terstandardisasi, keterbatasan kapasitas internal, dan kebutuhan adaptasi teknologi menjadi hambatan utama. Namun, langkah mundur, tentu saja bukanlah pilihan. Industri perlu memperkuat kapasitas internal, membangun kolaborasi dengan mitra global, dan mengadopsi teknologi digital untuk mempercepat transformasi ESG.

Sebagaimana dirangkum PwC (2022), mengabaikan ESG bukanlah pilihan. Pemain industri yang proaktif mengintegrasikan ESG tidak hanya memenuhi regulasi, tetapi juga meraih keunggulan kompetitif. Dengan menempatkan ESG sebagai inti strategi, industri perasuransian Indonesia dapat memperkuat ketahanan bisnis, meningkatkan kepercayaan publik, serta berperan penting dalam mendorong masa depan sektor asuransi yang lebih tangguh dan berkelanjutan.

Penulis adalah Praktisi Asuransi | Mahasiswa Doktoral Perbanas Institute

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Kuartal II/2025, Pasar Insurtech Asia Pasifik Kuasai 16% Total Pendanaan Global
Next Post OJK Minta Asuransi Percepat Bayar Klaim Dampak Kerusuhan Akhir Agustus 2025

Member Login

or