Oleh: Fajar Yusuf Hikmawan*
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.380 pulau, Indonesia memiliki potensi ekonomi kelautan yang luar biasa. Dengan luas wilayah laut yang mencapai 5,8 juta km2, sektor maritim menjadi tulang-punggung ekonomi yang harus dioptimalkan. Dari perikanan hingga industri dan jasa maritim, total potensi nilai ekonomi sektor kelautan diperkirakan mencapai US$1,33 triliun per tahun, lebih besar dari PDB Indonesia saat ini.
Untuk mengurangi disparitas harga antara wilayah barat dan timur Indonesia, pemerintah meluncurkan program Tol Laut sejak 2015. Dengan kapal yang beroperasi secara rutin dan terjadwal, program ini berhasil meningkatkan distribusi logistik dan ketersediaan barang pokok di daerah terpencil.
Hingga 2024, jumlah pelabuhan singgah telah meningkat dari 11 menjadi 109, sementara jumlah kapal yang beroperasi bertambah dari 3 menjadi 37. Ini merupakan lonjakan signifikan dalam konektivitas nasional.
Di balik suksesnya Tol Laut, risiko selalu mengintai, mulai dari kecelakaan kapal, kehilangan barang, hingga tanggung jawab hukum. Di sinilah industri asuransi berperan sebagai perisai pelindungan. Asuransi kargo, asuransi kapal (marine hull), dan asuransi tanggung jawab hukum (liability) menjadi instrumen utama dalam mengelola risiko di sektor maritim ini.
Seiring berkembangnya Tol Laut, kebutuhan asuransi pun melonjak. Data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menunjukkan bahwa pada 2024, premi asuransi kargo mencapai Rp4 triliun, asuransi kapal Rp2,3 triliun, dan asuransi liability Rp3 triliun. Angka ini mengalami peningkatan pesat dibandingkan sebelum Tol Laut berjalan pada 2015.
Dalam 10 tahun terakhir, muatan Tol Laut meningkat dari 30 ton menjadi 851,7 ton, sementara jumlah trayek bertambah dari 3 menjadi 39. Kementerian Perhubungan bahkan mengusulkan anggaran sebesar Rp1,12 triliun untuk program ini pada 2025. Dengan meningkatnya aktivitas maritim, perusahaan asuransi memiliki peluang besar untuk memperluas portofolio mereka, baik dalam perlindungan aset kapal, muatan, maupun tanggung jawab hukum.
Industri asuransi harus mampu beradaptasi dengan perkembangan sektor maritim. Sinergi antara pemerintah, operator pelayaran, dan perusahaan asuransi sangat dibutuhkan agar program Tol Laut semakin efektif dan berkelanjutan. Dengan semangat kolaborasi, Tol Laut dan industri asuransi dapat berlayar bersama, mengarungi samudra peluang demi kemajuan ekonomi maritim Indonesia.
Selain itu, inovasi dalam layanan asuransi maritim menjadi kebutuhan mendesak. Dengan berkembangnya teknologi, digitalisasi asuransi dapat mempercepat proses klaim dan meningkatkan efisiensi proteksi bagi pelaku industri pelayaran. Perusahaan asuransi harus memanfaatkan big data dan kecerdasan buatan untuk mengidentifikasi risiko lebih akurat dan menawarkan solusi perlindungan yang lebih fleksibel.
Ke depan, keberlanjutan Tol Laut tidak hanya bergantung pada infrastruktur fisik tetapi juga pada kesiapan sektor asuransi dalam menyesuaikan diri dengan dinamika industri maritim. Dengan strategi yang tepat, industri asuransi bisa menjadi pilar yang memperkokoh pertumbuhan sektor kelautan dan memastikan keamanan serta keberlanjutan ekosistem maritim Indonesia.
*Penulis merupakan anggota Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI).
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News