1
1

Perlindungan Data Pribadi Nasabah Asuransi

Budi Sartono Soetiardjo Pemerhati Publik & Asuransi. | Foto: doc

Oleh Budi Sartono Soetiardjo

Kebocoran data pribadi sepertinya sudah menjadi hal lumrah terjadi di Indonesia. Beberapa lembaga negara, instansi pemerintah, perusahaan swasta maupun korporasi, semua sudah pernah mengalaminya. 

Sebut saja, perusahaan operator telepon seluler nasional pernah mengalami kebocoran data pemilik simcard. Demikian pula data BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) beberapa waktu lalu juga mengalami hal serupa.

Berita terkini, 337 juta data milik Dukcapil Kemendagri diduga kuat bocor, dan sebelumnya, terjadi kebocoran data 34 juta pemegang paspor WNI. Tampaknya, semakin panjang daftar kebocoran data pribadi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Peristiwa yang cukup meresahkan ini membuat masyarakat was-was, betapa sangat lemah dan rentannya keamanan data pribadi yang diserahkan warga kepada suatu lembaga pemerintah, perusahaan publik atau korporasi. Pencurian, penggelapan, pembajakan data, atau apapun sebutannya, sering terjadi melalui ranah siber yang sekarang mulai banyak digunakan sebagai sarana transaksi bisnis.

Perlindungan data pribadi, perlindungan data nasabah, klien atau mitra bisnis, sangat krusial karena menyangkut kerahasiaan dan privasi seseorang, lantaran hal ini bisa menjadi sasaran empuk tindak kejahatan siber, seperti pemalsuan, penipuan, pemerasan atau praktik doxing, yakni membongkar dan menyebarkan informasi target sasaran, oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

Oleh sebab itu, negara harus hadir memberi jaminan keamanan data pribadi warganya, terutama yang terkait dengan aktivitas pribadi dan bisnis.

Sayangnya, hingga saat ini, belum ada satupun pihak-pihak yang dikenai sanksi hukum akibat praktik pembocoran maupun pencurian data pribadi, walaupun payung hukum  perlindungan data pribadi telah diundangkan oleh pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.

Nomor kontak dan data pribadi seseorang  bagaikan berada di rimba belantara. Kasus kebocoran data yang kerap terjadi memberi gambaran nyata betapa sangat rapuhnya keamanan data pribadi di negeri ini.

Ketika data pribadi seseorang telah berpindah tangan, maka wilayah privasi, kerahasiaan pribadi seseorang telah berpindah, bahkan bisa hilang, yang dampaknya sangat besar bagi aspek keamanan dan kerahasiaan pribadi pemilik data di masa-masa mendatang.

 

Bagaimana dengan perlindungan data pribadi para nasabah perusahaan asuransi?

Data pribadi para nasabah yang telah diserahkan kepada perusahaan asuransi untuk kepentingan membeli polis asuransi, sudah sepatutnya data tersebut memperoleh jaminan keamanan agar tidak dipindah tangankan, atau diperjual belikan secara bebas oleh pihak-pihak tak bertanggungjawab tanpa seizin pemilik.

Data pribadi nasabah yang bisa berupa data medis, data manajemen dan kepemilikan perusahaan (ownership) maupun data harta benda atau aset milik pemegang polis atau tertanggung, wajib dilindungi, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) yang telah diundangkan pemerintah pada tanggal 12 Januari 2023 lalu.

Dalam undang-undang tersebut, sebagaimana tertulis dalam Bab XVIII tentang Literasi Keuangan, Inklusi Keuangan dan Perlindungan Konsumen, dalam pasal 239 hingga 242, dinyatakan bahwa PUSK (Pelaku Usaha Sektor Keuangan), dalam hal ini adalah perusahaan asuransi, berkewajiban menjaga, mengelola serta melindungi kerahasiaan data pribadi konsumen dan atau nasabah, pemegang polis maupun tertanggung.

Dengan demikian, apabila data pribadi nasabah berpindah tangan tanpa seizin pemilik, maka akan berlaku ketentuan dan konsekuensi hukum, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.

Oleh sebab itu, kehati-hatian dalam mengelola dan menangani data konsumen menjadi aspek sangat penting dalam manajemen risiko di internal perusahaan-perusahaan asuransi.

Asuransi adalah industri ‘trust’ yang eksistensinya sangat bergantung kepada kredibilitas dan integritas dari para pengelolanya. Tanpa dukungan dua aspek ini, sulit bagi industri asuransi nasional berkembang, apalagi, jika harus bersaing dengan negara-negara lain, yang dari beberapa catatan, Indonesia masih mengalami ketertinggalan.

 

Salam

 

Penulis adalah Pemerhati Publik & Asuransi

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Loadsure Luncurkan Asuransi Kargo Laut Digital dan Muatan Barang
Next Post Andy Samuel: Laba Bersih Naik 36,6 Persen

Member Login

or