Media Asuransi JAKARTA – Komisaris Independen PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) atau OCBC Betti S Alisjahbana menilai kesepakatan antara suami dan istri menjadi faktor penting dalam mengelola keuangan rumah tangga, termasuk untuk mengurangi bias gender.
Salah satunya adalah fenomena di Jepang yang sering dijadikan contoh yakni ketika suami menyerahkan seluruh gajinya kepada istri, lalu hanya mendapat uang saku bulanan (okozukai) untuk kebutuhan pribadinya.
|Baca juga: Permata Bank Ajak Masyarakat Lindungi Gajah Sumatra di Bukit Tigapuluh
Pola ini sudah ada sejak setelah Perang Dunia II, saat ekonomi Jepang tumbuh pesat berkat para pekerja kantoran (salarymen), sementara para ibu rumah tangga bertugas penuh mengatur keuangan keluarga.
Survei Softbrain Field mencatat wanita di Jepang mengontrol sekitar 74 persen pengeluaran rumah tangga. Namun, tren ini mulai bergeser, terutama pada pasangan yang sama-sama bekerja. Tekanan ekonomi seperti stagnasi gaji dan kenaikan biaya hidup membuat banyak keluarga tidak lagi dapat bertahan hanya dengan satu sumber pendapatan.
Dalam konteks tersebut, muncul tren istri berperan sebagai investor atau trader untuk mengembangkan pendapatan yang dihasilkan suami. Menanggapi hal ini, Betti menegaskan, kuncinya bukan pada pola baku, melainkan kesepakatan bersama dalam keluarga.
|Baca juga: Bos BI Ungkap RI Masuk 3 Besar Keuangan Syariah Dunia, Fesyen Muslim Jadi Kiblat Global!
|Baca juga: OCBC Ungkap Cara Menghapus Bias Gender Demi Dunia Kerja yang Setara
“Menurut saya itu bagus ya. Jadi artinya, kalau saya melihat setiap keluarga itu perlu punya kesepakatan antara suami dan istri sendiri. Artinya, tidak harus petanya itu harus begini,” ujar Betti, dalam Media Talk di OCBC Tower, Jakarta Selatan, Rabu, 13 Agustus 2025.
Berkaca pada pengalaman pribadi, Betti menambahkan, pembagian peran sebaiknya disesuaikan dengan kekuatan masing-masing pihak, bukan berdasarkan tekanan atau norma yang memaksa.
“Saya dan suami saya punya kesepakatan sendiri. Apa yang saya lakukan, apa yang dia lakukan, yang mungkin tidak sama dengan orang lain. Karena memang saya punya kekuatan sendiri, suami saya punya kekuatan sendiri, dan kita memutuskan untuk melakukan hal-hal di mana masing-masing kita kuat,” katanya.
|Baca juga:Sri Mulyani: Kebijakan Fiskal Jadi Kunci Jadikan Indonesia Pusat Ekonomi Syariah Dunia
|Baca juga: Sri Mulyani Klaim Pemerintah Terus Berkomitmen Kembangkan Ekonomi Syariah
Ia menekankan dalam sebuah keluarga keputusan sebaiknya dibuat bersama dan tidak hanya ditentukan oleh satu pihak, di mana pihak yang lainnya hanya mengikuti tanpa pilihan.
“Jadi sepanjang dua-duanya setuju, yuk kamu (istri) jago investasi, kamu deh investasi, biar saya (suami) cari uangnya, lalu kamu duplikasi. Dan dua-duanya setuju, itu bagus. Yang penting adalah antara suami dan istri membangun kesepakatan di antara keduanya,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News