Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai masih ada peluang bagi industri perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit pada tahun ini. Ruang tersebut dipengaruhi penurunan BI Rate dan ekspektasi penurunan suku bunga global pada triwulan IV/2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan tren suku bunga kredit perbankan hingga Mei 2025 masih terlihat menurun.
|Baca juga: Tak Bisa Lagi Sembunyi, Kemenkes Bakal Catat Riwayat Medismu dari Dalam Kandungan hingga Wafat!
|Baca juga: Manjakan Nasabah yang Disiplin Investasi, OCBC (NISP) Hadirkan Mariah Carey di Premium Music Experience 2025
“Suku bunga kredit perbankan masih berada dalam tren menurun hingga Mei 2025. Secara tertimbang, suku bunga kredit tercatat turun 11 bps (yoy) dari 9,11 persen pada Mei 2024 menjadi sembilan persen, didorong oleh penurunan suku bunga kredit produktif,” ujar Dian, dikutip dari jawaban tertulisnya Senin, 4 Agustus 2025.
Sementara itu, suku bunga DPK secara tertimbang justru naik menjadi 2,88 persen dari 2,81 persen pada Mei 2024. Menurut Dian kondisi ini menunjukkan bank tetap memprioritaskan kualitas kredit agar kenaikan SBDK tidak membebani debitur.
Umumnya, masih kata Dian, penurunan BI Rate akan diikuti penurunan suku bunga kredit dengan jeda waktu beberapa periode. Dengan kata lain, suku bunga kredit diperkirakan masih akan menurun sebagai respons dari penurunan BI Rate pada 2025.
“Ditambah lagi dengan ekspektasi penurunan suku bunga global di triwulan keempat, OJK melihat bahwa masih terdapat ruang untuk penurunan suku bunga lebih lanjut,” katanya.
|Baca juga: Bank Muamalat Catat Pembiayaan Prohajj Plus Capai Rp166 Miliar per Juni 2025
|Baca juga: Rendahnya Pemeriksaan Kesehatan dan Digitalisasi Jadi Penghambat Penurunan Klaim Asuransi
Ia menjelaskan ruang penurunan bunga kredit akan berbeda di tiap bank, tergantung pada struktur biaya masing-masing, terutama terkait biaya dana (CoF). Beberapa bank, menurutnya, masih mengandalkan dana mahal karena pertumbuhan DPK melambat.
“Bank perlu mengelola strategi pendanaan mereka, khususnya dengan meningkatkan porsi dana murah, untuk menciptakan ruang penurunan bunga kredit yang lebih signifikan,” jelasnya.
Saat suku bunga acuan tinggi, Dian menambahkan, sulit bagi bank menurunkan bunga simpanan tanpa mengorbankan likuiditas. Ia menjelaskan bank masih membentuk CKPN untuk menghadapi potensi kenaikan risiko kredit yang mungkin muncul akibat gejolak perekonomian, sehingga mengakibatkan peningkatan risk premium.
“Oleh karena itu, penurunan suku bunga kredit harus tetap mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dan kondisi keuangan masing-masing bank, bukan pendekatan homogen,” tegasnya.
Hingga Mei 2025, OJK mencatat perlambatan pertumbuhan kredit dan DPK. Hal ini memberi tekanan pada profitabilitas, sehingga banyak bank merevisi target dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) menjadi lebih konservatif, meski ada yang justru menaikkan target.
|Baca juga: BPJS Kesehatan Dorong Masyarakat Manfaatkan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
|Baca juga: Rendahnya Pemeriksaan Kesehatan dan Digitalisasi Jadi Penghambat Penurunan Klaim Asuransi
“Meski demikian, proyeksi OJK terhadap kinerja perbankan di 2025 masih relatif stabil dengan pertumbuhan laba yang diprediksi tetap tumbuh moderat. Hal ini sejalan dengan langkah bank untuk lebih selektif dalam ekspansi kredit, terutama pada segmen-segmen berisiko tinggi,” ujar Dian.
OJK juga memantau ketahanan perbankan di tengah ketidakpastian global yang menekan likuiditas. Selain itu, otoritas mendorong efisiensi operasional melalui sinergi antarbank dan penguatan digitalisasi.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News