Media Asuransi, JAKARTA – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) atau BNI mencatatkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 21,4 persen year on year (yoy) per kuartal III/2025. Strategi digital banking yang dijalankan BNI selama ini, berandil besar terhadap peningkatan dana.
Direktur Treasury & International Banking BNI, Abu Santosa Sudradjat menuturkan, strategi digital transaction banking yang agresif telah menciptakan pertumbuhan yang kuat. “BNI mencatat dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 21,4 persen yoy menjadi Rp934,3 triliun. Dengan CASA (current account and saving accoung) naik 13,3 persen yoy menjadi Rp613,4 triliun,” katanya dalam keterangan tertulis yang dikutip Jumat, 24 Oktober 2025.
|Baca juga: Maybank Indonesia (BNII) Buka Suara soal Kasus Dugaan Penggelapan Rp30 Miliar, Begini Faktanya!
Abu menambahkan bahwa porsi dana murah ini memperkuat struktur pendanaan BNI. Selain itu, menekan biaya dana (cost of fund) dan menjaga profitabilitas tetap sehat.
Lebih lanjut dia jelaskan, selain peningkatan DPK khususnya CASA, strategi digital transaction banking yang agresif, menghasilkan pertumbuhan fee-based income sebesar 11 persen yoy. Kontribusinya mencapai 30 persen dari total fee-based income BNI hingga akhir kuartal III/2025.
|Baca juga: DPK BCA (BBCA) Naik 7,0% per September 2025
Menurut Abu, pertumbuhan tersebut banyak didorong oleh akselerasi kanal digital, khususnya aplikasi wondr by BNI, yang mencatat lonjakan pengguna dari 2,8 juta pada September 2024 menjadi 10,5 juta pengguna per September 2025. Nilai transaksi wondr by BNI mencapai Rp783 triliun, dengan 866 juta transaksi tercatat sepanjang periode yang sama.
Selain itu, kanal BNIdirect untuk segmen korporasi mencatat nilai transaksi Rp8.080 triliun, tumbuh 26,7 persen yoy, dan volume transaksi naik 14,8 persen menjadi 1.061 juta. Pertumbuhan ini turut memperkuat pendapatan berbasis komisi (fee income) yang berkelanjutan.
“Strategi digital transaction banking yang agresif mendorong pertumbuhan CASA yang lebih sustain dan fee income yang konsisten. Kami melihat ini sebagai awal dari fase pemulihan biaya dana yang lebih sehat dan berkelanjutan,” jelas Abu.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
