Media Asuransi, JAKARTA – Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) sekaligus Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) atau BRI Hery Gunardi mengungkapkan industri perbankan Indonesia sepanjang 2025 mencatat pertumbuhan yang relatif moderat.
Meskipun pertumbuhannya tidak seagresif tahun-tahun sebelumnya yang kerap menorehkan ekspansi dua digit, namun perbankan nasional tetap menunjukkan fundamental yang kuat dan ruang pertumbuhan yang luas.
“Industri perbankan selama 2025 ini masih mengalami pertumbuhan, tapi pertumbuhannya moderat. Ya biasanya agresif bisa double digit, tapi ini kalau kita lihat dari sisi aset itu masih tumbuh,” ujar Heri, dalam Big 40 Conference yang digelar secara virtual, Senin, 8 Desember 2025.
Berdasarkan data hingga Juni 2025, Heri merinci, industri perbankan mencatatkan pertumbuhan aset sebesar 9,43 persen, penyaluran kredit tumbuh 7,7 persen, Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 8,4 persen, dan Loan to Deposit Ratio (LDR) berada di 84,2 persen.
“LDR yang rendah ini menunjukkan bank itu punya uang, likuid gitu ya. Jadi kalau LDRnya tinggi, artinya bank agresif melakukan ekspansi penyaluran kredit. Ini masih banyak ruang untuk melakukan pembiayaan atau menyalurkan kredit,” sebutnya.
|Baca juga: Bos Komisi XI Desak OJK Melakukan Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan
|Baca juga: Clyde & Co Bawa Kabar Buruk untuk Industri Asuransi di 2026, Wajib Baca!
Dari sisi profitabilitas, perbankan nasional masih mampu mempertahankan Net Interest Margin (NIM) di level tinggi, yaitu 4,8 persen. “Kabar baiknya adalah capital adequacy ratio permodalan perbankan Indonesia tebal, kuat yakni sebesar 26,2 persen. Menurut saya tertinggi di kawasan Asia ASEAN,” tegas Heri.
Tingkat permodalan tersebut dinilai lebih tinggi dibandingkan dengan bank-bank di Singapura, Malaysia, dan Thailand. Tingginya NIM Indonesia menjadi magnet tersendiri bagi bank-bank asing. Heri menegaskan kondisi tersebut menunjukkan sektor perbankan domestik masih sangat menarik bagi investor serta memiliki potensi pertumbuhan berkelanjutan.
|Baca juga: Victoria Insurance (VINS) Siap Private Placement, Ternyata Ini Tujuannya!
|Baca juga: OJK Dapat Restu untuk Naikkan Batas Free Float Jadi 10-15%
“Itu yang membuat banyak bank dari Malaysia, Singapura, bahkan dari India itu ingin memiliki bisnis bank di Indonesia,” ungkapnya.
Pada sisi loan at risk, perbankan Indonesia juga menunjukkan tren perbaikan. Setelah sempat melonjak pada masa pandemi di 2021, kini angkanya sudah turun di bawah 10 persen, dan NPL gross stabil di kisaran 2,2 persen. “Jadi secara umum kalau kita lihat perbankan Indonesia masih baik, masih oke,” pungkas Heri.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
