1

Merajut Senyum UMKM dari Bank SMBC Indonesia untuk Pertumbuhan Ekonomi

Menara SMBC. | Foto: SMBC Indonesia

Media Asuransi, JAKARTA – Senyum sumringah dr. Agnes Sukenty Niken Puspitarini terlihat menghiasi wajahnya saat menggendong bahan baku pembuatan jamu. Perempuan berkacamata itu bahkan mengaku bangga bisa terjun di dunia bisnis minuman tradisional sejalan dengan dirinya sangat menyukai minuman tradisional, khususnya jamu.

Kamu tidak salah baca. Niken memang memiliki gelar dokter dan mengurusi jamu. Wanita lulusan Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta pada 2002 ini memutuskan untuk terjun ke dunia bisnis minuman tradisional walau memiliki gelar yang bergengsi. Awalnya pada 2017, Niken tergerak untuk mencoba membuat jamu sendiri meski hasilnya masih mengecewakan.

|Baca juga: Kebijakan OJK tentang Risk Sharing Berpotensi Buat Masyarakat Berpindah Hati ke BPJS Kesehatan

|Baca juga: Harga Saham Merdeka Gold Resources (EMAS) Melesat 25% Usai IPO

“Awalnya rasanya amburadul gak karu-karuan, terlalu pahit, terlalu asam, asin, warnanya butek, macam-macamlah hasilnya. Tetapi karena sering buat akhirnya paham takarannya dan menurut suami saya enak,” katanya, dikutip dari laman Bank SMBC Indonesia, Selasa, 23 September 2025.

Sebagai seorang dokter yang juga pebisnis jamu, kendala awal yang Niken hadapi adalah mengenai manajemen waktu. Niken yang juga punya jadwal praktik rutin harus pintar-pintar memanfaatkan waktu luang yang terbatas. Karenanya pada 2019, Niken mulai mengurangi jadwal praktik, hanya sekitar tiga kali seminggu.

dr. Agnes Sukenty Niken Puspitarini terpanggil untuk memperkenalkan jamu yang enak agar bisa lebih disukai lebih banyak orang. | Foto: SMBC Indonesia

Hari lainnya dimanfaatkan mengikuti pelatihan usaha untuk menambah pengetahuannya dalam berbisnis, dan mulai mengatur waktu lebih baik untuk produksi jamu. Ketika mulai fokus usaha inilah Niken juga bisa mengembangkan berbagai inovasi produk jamu. Bahkan, tidak hanya untuk diri sendiri, ia juga bisa memberdayakan orang lain di mana Niken dibantu enam orang karyawan.

Di tangan kreatif Niken, jamu tidak hanya berupa produk ready to drink melainkan menjadi sirup, serbuk, bahkan teabag yang modern. Inovasi produk tentu tidak dihasilkan begitu saja tanpa perjuangan yang hebat. Tidak heran untuk mencapainya Niken harus melalui berbagai kegagalan yang tidak terhitung.

Namun, dirinya tidak mau berhenti belajar meski sudah mencapai kesuksesan. Bahkan, ia memberi motivasi kepada teman-teman yang sedang merencanakan bisnis untuk tidak terlalu mendengarkan kata orang lain, terutama yang sekadar nyinyir. Tidak hanya itu, Niken juga tidak pelit berbagi ilmu dan pengalaman agar orang lain juga bisa sukses.

“Awalnya saya sempat merasa malu jualan. Masa dokter jualan jamu, apa kata orang? Dan benar ada omongan seperti itu, tapi saya beruntung didukung oleh keluarga, berada di circle orang-orang yang berpikir optimistis, bergabung dengan komunitas yang membantu scale up bisnis,” kenangnya.

Cerita sukses Niken yang merupakan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di bidang jamu menjadi bukti bahwa siapa pun bisa sukses meski dihadang banyak tantangan dan menyandang gelar bergengsi. Tentu masih banyak cerita inspiratif lainnya selain Niken.

|Baca juga: Co-Payment Asuransi Ganti Nama Jadi Risk Sharing, Ini Kata Pengamat!

|Baca juga: Suku Bunga Simpanan Turun Lagi! Ini Alasan LPS Tekan Tingkat Penjaminan Jadi 3,50%

Senada dengan Niken. Hobi menjahit mampu membawa Erna Zurnimawati menjadi salah satu pengusaha sukses di bidang kerajinan batik dan tenun. Tidak hanya sukses merintis usahanya sendiri, pemilik brand Nena Collection ini juga semangat berbagi ilmu dan pengalaman dengan rekan-rekan sesama pengusaha.

Perjalanan bisnisnya tidak melulu mulus. Pasalnya, Erna sempat menghadapi dua kali bencana yaitu saat gempa dahsyat di tempat tinggalnya, Bantul, pada 2006 dan pandemi covid-19 sejak 2020. Pada 2006, Yogyakarta dilanda oleh gempa. Usaha Erna pun ikut terdampak, padahal saat itu kinerja usahanya sedang tinggi-tingginya.

Meski rumah dan alat-alat menjahitnya sempat rusak, Erna merasa usahanya tidak boleh terhenti. Ia pun segera mencari rumah kontrakan dan mengamankan alat jahit yang masih bisa digunakan, sehingga dua minggu usai bencana usahanya sudah mulai bergerak lagi.

Sayangnya, tetangga yang bekerja sama dengan Erna, tidak pulih secepat dirinya, akibat kerusakan yang mereka alami. Karenanya, ia terpaksa melanjutkan usahanya sendirian. Hal ini sangat tidak mudah, apalagi semua modal yang Erna miliki digunakan untuk memperbaiki rumahnya yang rusak akibat gempa.

Lalu, saat pandemi covid-19, Erna dan keluarganya sempat terpapar, sehingga ia beserta keluarga dan karyawan harus menjalani karantina. Produksi pun berhenti total hampir satu bulan. Terlebih, toko-toko terpaksa tutup karena aktivitas dibatasi, usaha Erna otomatis ikut lumpuh.

Pada titik itu, Erna mengaku bersemangat mengikuti program Daya dari PT Bank SMBC Indonesia Tbk atau SMBC Indonesia berupa pelatihan pengelolaan usaha, dan juga pameran produk yang diadakan demi membangun kembali usahanya. Berkat kegigihannya, bisnisnya pun kembali bangkit.

Ke depannya, Erna ingin membuka galeri untuk wisata edukasi agar orang-orang yang datang ke Yogyakarta bisa belajar membuat produk kerajinan kain yang hasilnya bisa dibawa pulang. Bisa belanja atau pun studi banding untuk lihat proses produksinya. “Saya mau buat galeri. Jadi menyatu, ada produksi, ada penjualan retail, dan pelatihan,“ ucapnya.

Hampir sama dengan Niken, berbekal pengalaman membangun usaha dari awal dan juga mengikuti pelatihan-pelatihan pemgembangan usaha, Erna memberanikan diri menerima ajakan Disperindag untuk mengisi pelatihan mengenai kain di Banjarmasin pada 2013.

Ternyata hasilnya dirasa cukup memuaskan. Sehingga pada 2014 Erna kembali diminta untuk mengisi pelatihan di Tabalong, Kalimantan. Dari tidak sengaja, sampai akhirnya dipercaya mengisi pelatihan-pelatihan lainnya sampai saat ini. Dari perjuangannya, kini ia bisa memberikan kebermanfaatan bagi orang lain.

Cerita sukses Niken dan Erna tentu bisa menjadi inspirasi, ditambah adanya “Dewi Fortuna’ dari SMBC Indonesia. Bahkan, sepak terjang mereka bukan tidak mungkin berperan penting dalam menggerakkan roda perekonomian. Tentu masih sangat banyak para pelaku UMKM yang sukses dan turut menopang perekonomian di negeri tercinta kita ini.

Kontribusi UMKM terhadap PDB

Lantaran UMKM memiliki kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, paling baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (POJK UMKM).

|Baca juga: Suku Bunga Simpanan Bank Masih Tertahan Meski LPS Pangkas TBP 3 Kali, Ada Apa?

|Baca juga: GoTo Dapat Fasilitas Pinjaman Berjangka Rp4,65 Triliun dari DBS dan UOB

Hal itu sebagai upaya semakin memberdayakan UMKM guna meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Penerbitan POJK UMKM ini juga sejalan dengan Asta Cita pemerintah untuk meningkatkan jumlah lapangan kerja, mempercepat pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan sebagai agenda prioritas.

Dengan POJK UMKM ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengungkapkan, OJK mendorong perbankan dan Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) untuk memberikan kemudahan akses pemberian kredit atau pembiayaan UMKM yang mudah, tepat, cepat, murah, dan inklusif dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian.

“Dengan diberlakukannya POJK ini, bank dan LKNB diharapkan dapat menghadirkan pendekatan lebih inovatif untuk menyediakan produk keuangan sesuai kebutuhan setiap segmen UMKM. Mulai dari usaha mikro dan ultra mikro yang membutuhkan akses cepat dan mudah, hingga usaha kecil dan menengah yang memerlukan layanan lebih kompleks dan beragam,” kata Dian.

Berdasarkan data OJK, hingga posisi Juli 2025, kredit tumbuh 7,03 persen yoy (Juni 2025: 7,77 persen) menjadi Rp8.043,2 triliun. Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi tumbuh tertinggi sebesar 12,42 persen, diikuti oleh Kredit Konsumsi 8,11 persen, sedangkan Kredit Modal Kerja tumbuh 3,08 persen yoy.

Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 9,59 persen, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 1,82 persen, di tengah upaya perbankan yang berfokus pada pemulihan kualitas kredit UMKM.

Merajut senyum UMKM

Tidak mau ketinggalan berkontribusi untuk merajut senyum UMKM demi meningkatkan perannya terhadap perekonomian Indonesia, Direktur Utama SMBC Indonesia Henoch Munandar menegaskan SMBC Indonesia konsisten melakukan pemberdayaan sosial dan lingkungan yang berkelanjutan demi memberikan dampak lebih bermakna melalui program Daya.

Dalam hal ini, SMBC Indonesia menggelar Daya Fest 2025 yang sudah terselenggara pada 27-29 Agustus 2025 di Menara SMBC, Jakarta. Henoch menjelaskan Daya Fest merupakan perwujudan nyata komitmen SMBC Indonesia dalam memberdayakan masyarakat melalui sektor UMKM, meningkatkan literasi keuangan dan kapasitas diri, serta mendorong gaya hidup berkelanjutan.

“Kami berharap rangkaian inisiatif dari keempat pilar Daya ini tidak hanya menjadi program yang berkelanjutan, tetapi juga berdampak dan praktis, serta mudah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,” ucapnya.

Lebih lanjut, SMBC Indonesia pede kredit UMKM mampu tumbuh double digit meski realisasinya sedikit menurun pada tahun ini. Henoch membenarkan kredit UMKM SMBC Indonesia tumbuh positif. Namun sayangnya, ia tidak memberikan rincian mengenai penurunan tersebut.

Dirinya hanya menekankan bahwa SMBC Indonesia yakin kredit terus tumbuh, berangkat dari pencapaian dalam 2-3 tahun terakhir bisa tumbuh dua digit. Pertumbuhan itu, tambahnya, dengan tetap menjaga kualitas portofolio di tengah kondisi ekonomi yang tengah tidak menentu.

|Baca juga: Pergantian Ketua LPS Diharap Berjalan Mulus di Tengah Mandat Baru

|Baca juga: Helen Wong Undur Diri dari Komisaris OCBC (NISP)

Terkait dengan strategi yang diterapkan, lanjutnya, SMBC Indonesia menggenjot pertumbuhan penyaluran kredit UMKM dengan mengandalkan supply chain atau mata rantai. Dengan jurus itu, dirinya berharap, penggunaan dana oleh UMKM dapat benar-benar terarah, sekaligus diimbangi dengan optimalisasi literasi keuangan yang juga merupakan bagian dari program Daya.

Lebih lanjut, dirinya menyambut baik upaya OJK yang baru-baru ini menerbitkan aturan terkait peningkatan akses pembiayaan UMKM. Namun, perlu ada keseimbangan antara pertumbuhan literasi keuangan untuk UMKM dan kesadaran menggunakan dana yang disiapkan perbankan secara optimal dan disiplin oleh UMKM.

Apabila hal itu dapat terealisasi, masih kata Henoch, bukan tidak mungkin industri perbankan di Indonesia bakal kian bergairah untuk menyalurkan kredit ke segmen tersebut. Mata rantainya bukan tidak mungkin UMKM di Tanah Air kian tumbuh dan besar sehingga akhirnya berimbas terhadap terakselerasinya roda perekonomian.

Digital Banking Product and Innovation Head SMBC Indonesia Febri Rusli menambahkan SMBC Indonesia juga memberikan dukungan nyata untuk pelaku bisnis melalui Jenius Bisniskit, aplikasi tambahan guna mengelola operasional bisnis.

Ia menjelaskan Jenius Bisniskit memudahkan pelaku bisnis yang mau memulai ataupun menumbuhkan usaha, serta memungkinkan mereka menerima pembayaran transaksi QRIS sesuai program Bank Indonesia.

“Inovasi ini hadir dan dikembangkan melalui proses kokreasi dengan masyarakat digital savvy untuk memenuhi kebutuhan operasional yang lebih simpel dan terintegrasi,” tukasnya.

SMBC Indonesia mencatat penyaluran kredit Rp185,04 triliun di semester I/2025 atau naik lima persen secara tahunan (yoy). Pendorong terbesar berasal dari kredit retail yang tumbuh 25 persen yoy. Pertumbuhan kredit retail dikontribusikan oleh joint finance 156 persen yoy, Jenius (di luar Digital Micro) 15 persen yoy, Mikro 21 persen yoy, dan Grup OTO 7 persen yoy.

|Baca juga: Ini Profil dan Harta Anggito Abimanyu, Ketua DK LPS 2025-2030 yang Baru Terpilih

|Baca juga: Transformasi ke BSN, BTN Syariah Tambah 2 Jaringan Kantor di Aceh

Sedangkan kredit korporasi dan komersial mengalami kenaikan empat persen yoy. “Sementara kredit usaha kecil dan menengah turun sebesar dua persen yoy. SMBC Indonesia mencatat kenaikan biaya kredit 52 persen yoy menjadi Rp2,6 triliun,” kata Henoch.

Kenaikan ini terutama disebabkan oleh diperlukannya pencadangan di segmen korporasi dan joint finance. SMBC Indonesia senantiasa berkomitmen untuk tetap menjalankan manajemen risiko kredit yang prudent dan proaktif di tengah ekspansi kredit, termasuk penyediaan cadangan yang memadai untuk menjaga kualitas aset secara berkelanjutan.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post PT Asuransi Cakrawala Proteksi Indonesia Tempati Posisi Kedua
Next Post Rapat Paripurna DPR Setujui Anggota Dewan Komisioner LPS, Berikut Lengkapnya!

Member Login

or