1
1

Riset DBS: Optimalisasi Modal, AI, dan ESG Jadi Prioritas Utama Bisnis di Indonesia

Gedung Bank DBS Indonesia. | Foto: Bank DBS Indonesia

Media Asuransi, JAKARTA – DBS Bank Ltd (Bank DBS) dalam risetnya mencatat tiga tren makroekonomi yang dianggap menjadi tantangan terhadap stabilitas dan pertumbuhan. Ketiganya itu yakni ketegangan geopolitik (58 persen), volatilitas akibat inflasi dan ketidakstabilan suku bunga (57 persen), dan gangguan rantai pasokan (55 persen)

Hal itu diungkapkan Bank DBS dalam laporan survei terbaru bertajuk ‘New Realities, New Possibilities‘. Dalam riset ini, Bank DBS mengumpulkan insights lebih dari 800 pemimpin keuangan, khususnya Chief Financial Officer (CFO) dan Corporate Treasurers, di tujuh sektor dan 14 pasar.

|Baca juga: Respons Putusan MK soal Pasal 251 KUHD, OJK Pantau Ketat Penyesuaian Polis Asuransi

|Baca juga: CUAP Bareng Prudential Meluncur, Tawarkan Penghasilan Tambahan bagi Gen Z hingga Ibu Rumah Tangga

Tujuan dari riset itu untuk mendapatkan pemahaman komprehensif mengenai dampak tren ekonomi makro terkini terhadap strategi yang perlu mereka terapkan untuk mempertahankan keadaan finansial di tengah kompleksitas pasar.

Head of Global Transaction Services Bank DBS Indonesia Dandy Indra Wardhana Pandi mengatakan di tengah ketidakpastian global dan disrupsi teknologi, para pemimpin bisnis harus mengelola risiko sambil tetap beradaptasi.

“Inovasi digital dan evaluasi kinerja adalah kunci untuk pertumbuhan, peningkatan, dan perluasan pasar –memposisikan mitra bisnis tepercaya menjadi lebih penting dari sebelumnya dalam menghadapi momen kritis ini,” kata Dandy, dikutip dari keterangan resminya, Kamis, 24 Juli 2025.

Dalam riset itu, kehadiran teknologi baru, seperti Generative AI dan Blockchain (83 persen), serta meningkatnya fokus pada keberlanjutan (76 persen), dianggap sebagai tren yang memiliki potensi dampak positif, mampu mendorong inovasi, dan meningkatkan efisiensi operasional.

Untuk lebih memahami bagaimana tren makroekonomi mempengaruhi peran dan prioritas para pemimpin keuangan, Bank DBS melakukan survei ini dalam periode berbeda, sebelum dan sesudah pengumuman tarif AS pada April tahun ini.

|Baca juga: 6 Perusahaan Asuransi Masuk Pengawasan Khusus, Pengamat: Harus Dibenahi dari Jenis Penyakitnya!

|Baca juga: Kartu Kredit DBS Vantage Visa Infinite Resmi Diluncurkan, Layani 5 Dimensi Kekayaan!

Berdasarkan tujuh prioritas yang diteliti, pemanfaatan financial intelligence berbasis data tetap menjadi prioritas utama perusahaan dalam memperkuat ketahanan keuangan mereka. Hasil survei dari kedua periode konsisten menunjukkan penggunaan AI untuk analisis dan visualisasi data menjadi penting untuk meningkatkan fungsi perbendaharaan perusahaan.

Lonjakan signifikan berada pada manajemen likuiditas dan valuta asing (FX). Berdasarkan hasil survei kedua, aspek ini meningkat lima posisi dari ketujuh menjadi kedua.

Manajemen likuiditas dan valuta asing dipandang semakin krusial dalam merencanakan penguatan stabilitas keuangan di tengah biaya awal yang lebih tinggi dan potensi penimbunan inventaris akibat meningkatnya volatilitas pasar.

Di Indonesia, studi ini menjelaskan ada pergeseran prioritas dalam menghadapi lanskap bisnis global yang terus berkembang. Para pemimpin keuangan di Indonesia menyadari volatilitas ekonomi dunia memberikan tekanan baru bagi industri dalam negeri.

Meski demikian, situasi ini juga membuka peluang strategis bagi Indonesia untuk tampil sebagai alternatif pusat manufaktur yang kompetitif, didukung ekspansi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang semakin agresif. Perubahan ini diprediksi secara signifikan membentuk ulang lanskap perdagangan, investasi, dan sektor industri nasional dalam beberapa tahun ke depan.

Ketika para eksekutif global yang memprioritaskan financial intelligence berbasis data, manajemen likuiditas, dan valuta asing (FX), 80 persen pemimpin keuangan Indonesia justru menempatkan optimalisasi biaya modal sebagai prioritas utama mereka. Hal ini mencerminkan respons terhadap tekanan perdagangan, pelemahan rupiah, dan inflasi.

|Baca juga: Bos AAUI Blak-blakan Beberkan 2 Penyebab Utama Tingginya Capital Flight di Reasuransi

|Baca juga: 6 Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Masuk Pengawasan Khusus, Pengamat Beberkan Biang Kerok yang Wajib Dibenahi!

Di saat yang sama, 78 persen perusahaan di Indonesia mengidentifikasi kinerja Environmental, Social, and Governance (ESG) sebagai agenda strategis utama, seiring dengan diberlakukannya kewajiban pelaporan dan meningkatnya ekspektasi investor, termasuk untuk memastikan akses terhadap pendanaan.

Menempati posisi selanjutnya, peningkatan aktivitas kebendaharaan dinilai 76 persen responden menjadi prioritas kritikal agar perusahaan dapat mengidentifikasi peluang untuk menyempurnakan proses, mendorong efisiensi, dan memperkuat dampak strategis.

Selain itu, pada survei ini dilakukan penelitian dengan indikator terbaru, yakni Strategic Effectiveness Indicator (SEI) untuk mengevaluasi efektivitas strategi sebuah organisasi.

Dari ketiga fokus utama CFO dan treasurer Indonesia yang telah disebutkan sebelumnya, kinerja ESG mendapatkan rata-rata tingkat SEI tertinggi (82 persen), diikuti dengan optimalisasi biaya modal (78 persen), dan peningkatan aktivitas kebendaharaan (76 persen).

|Baca juga: Industri Reasuransi Dinilai Perlu Perbaiki Tata Kelola Underwriting hingga Efisiensi Biaya

|Baca juga: Kesadaran Naik tapi Industrinya Masih Tertinggal, OJK Bongkar PR Besar Asuransi RI!

Lalu, apa solusi selanjutnya yang dapat dikembangkan oleh CFO dan treasurer di Indonesia? Riset ini menyoroti tiga strategi:

  1. Mengikuti jejak eksekutif global dalam mengeksplorasi pemanfaatan teknologi Gen AI dan otomatisasi cerdas untuk mendukung ketahanan finansial.
  2. Mengandalkan layanan konsultasi ESG untuk mengintegrasikan aspek keberlanjutan ke dalam perencanaan keuangan serta mendukung akses terhadap pembiayaan hijau.
  3. Menyeimbangkan kembali rasio utang dan ekuitas, menjajaki pendanaan jangka panjang, serta mendiversifikasi sumber pembiayaan guna mengoptimalkan biaya modal.

New Realities, New Possibilities’ adalah edisi ketiga dari serial studi yang dikembangkan oleh Bank DBS, ditujukan bagi para profesional di bidang treasury dan keuangan. Setiap edisi bertujuan untuk membantu perusahaan memahami dinamika yang tengah berlangsung serta mengidentifikasi peluang strategis di tengah lanskap bisnis yang terus berubah.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Bukalapak (BUKA) Tegaskan Gugatan PKPU Harmas Tak Berdasar
Next Post Bye-bye Ketidakpastian! Polis Asuransi Bakal Dijamin LPS Mulai 2028

Member Login

or