Media Asuransi, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) kemungkinan masih akan menunggu pergerakan Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed), sebelum memangkas suku bunga acuan atau BI Rate. Pasar obligasi diperkirakan akan cenderung berkinerja positif pada periode pemangkasan suku bunga ke depan.
Di Rapat Dewan Gubernur BI bulan Agustus, ditegaskan bahwa fokus kebijakan Bank Sentral Indonesia di kuartal III/2024 adalah adalah memperkuat stabilisasi rupiah. Sementara itu pemangkasan suku bunga baru berpotensi terjadi di kuartal IV/2024.
“Pernyataan ini menjadi sinyal kuat bahwa BI belum akan bergerak di bulan September mendatang, menantikan pergerakan The Fed,” kata Portfolio Manager Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Laras Febriany, dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat, 13 September 2024.
|Baca juga: BI Kemungkinan Turunkan BI-Rate di Kuartal IV/2024
Menurut dia, BI menilai lebih baik untuk bersikap prudent, karena stabilitas rupiah berdampak positif bagi ekonomi dengan menjaga stabilitas harga yakni mengurangi imported inflation. Selain itu, mendukung sektor manufaktur padat karya dengan porsi impor bahan baku tinggi dan menjaga stabilitas pasar finansial dengan menarik arus dana ke pasar domestik.
“Konsensus pasar memperkirakan BI akan bergerak lebih konservatif dibanding The Fed. Dengan The Fed diperkirakan menurunkan suku bunga di kisaran 200 bps (basis points) hingga akhir 2025, sementara BI di kisaran 100 bps di periode sama,” jelas Laras.
Sementara itu, di AS secara historis terdapat dua skenario penyebab suku bunga dipangkas. Pertama, karena inflasi sudah terkendali. Kedua, merespons kondisi negatif di ekonomi yang membutuhkan dukungan kebijakan moneter seperti kondisi resesi atau krisis.
Tetapi di Indonesia, pemangkasan suku bunga acuan BI merupakan sinyal bahwa makroekonomi domestik dalam kondisi yang kondusif, biasanya inflasi terkendali atau rupiah stabil. Oleh karena itu, pasar cenderung positif pada periode pemangkasan suku bunga BI. “Kalau dilihat secara historis di periode 2011-2020 terdapat empat kali siklus pemangkasan suku bunga. Di saat itu pasar obligasi secara rata-rata mencatat kinerja positif,” tuturnya.
|Baca juga: Pasar Obligasi Menanti The Fed Pangkas Suku Bunga
Laras juga menjelaskan bahwa dalam kondisi banyaknya pilihan investasi di pasar saat ini, investor tetap harus mempertimbangkan reksa dana obligasi dalam portofolio investasinya. Menurutnya, obligasi menawarkan potensi capital gain dan elemen stabilitas bagi portofolio investor. Kelas aset obligasi secara historis mencatat kinerja baik dalam periode pemangkasan suku bunga, sehingga dapat menjadi opsi bagi investor untuk mendapatkan potensi capital gain memasuki periode pemangkasan suku bunga global.
“Di sisi lain, pasar tidak bergerak dalam garis lurus, selalu saja ada dinamikanya, oleh karena itu karakter obligasi yang defensif memberikan elemen stabilitas untuk menjaga keseimbangan portofolio investor,” katanya.
Sementara itu, reksa dana obligasi dapat menjadi opsi bagi investor untuk menangkap potensi di pasar obligasi. Dengan reksa dana obligasi investor dapat memiliki eksposur obligasi yang terdiversifikasi di berbagai tenor dan jenis obligasi, serta pengelolaan secara aktif yang dilakukan Manajer Investasi (MI) untuk menyesuaikan strategi portofolio dengan kondisi terkini.
“Ppengelolaan reksa dana obligasi dilakukan MAMI secara aktif dengan fokus pada manajemen durasi serta pemilihan efek. Kami juga mencermati likuiditas dan volatilitas untuk memastikan pengelolaan investasi memberikan hasil optimal dengan risiko yang terkendali,” jelas Laras Febriany.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News