Media Asuransi, GLOBAL – Perusahaan asuransi di Asia-Pasifik menghadapi berbagai tantangan dalam beberapa tahun ke depan, mulai dari ketidakstabilan geopolitik hingga ancaman siber. Kesemuanya perlu diantisipasi sebaik mungkin agar tidak berdampak terhadap laju bisnis.
Laporan terbaru Global Forecast Report dari Kennedys mencatat kecerdasan buatan (AI) menjadi risiko utama bagi industri asuransi pada 2025, menggeser kekhawatiran terhadap serangan siber dan cuaca ekstrem.
|Baca juga: Rayakan HUT ke-68, DAI Kuatkan Sinergi Membangun Industri Asuransi dan Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat
|Baca juga: Mengenal Apa Itu Pneumonia yang Merenggut Hidup Bintang ‘Meteor Garden’ Barbie Hsu
Di Asia-Pasifik, sekitar 80 persen mitra Kennedys di Singapura, Hong Kong, Australia, dan Selandia Baru menilai ancaman siber sebagai risiko dengan tingkat keparahan sedang hingga tinggi. Sebanyak 44 persen responden memprediksi ketidakstabilan geopolitik akan menjadi faktor yang paling berdampak pada industri asuransi dalam satu hingga dua tahun ke depan.
“Laporan ini, berdasarkan survei terhadap 170 mitra Kennedys yang dilakukan antara November dan Desember 2024, menyoroti tantangan utama yang dihadapi industri secara global. Penerapan AI kini menjadi faktor risiko utama, diikuti oleh serangan siber dan pemadaman listrik, serta peristiwa cuaca ekstrem,” demikian kutipan dalam laporan tersebut.
Meskipun AI menjadi ancaman terbesar, namun dampaknya diperkirakan baru akan terasa dalam tiga hingga lima tahun ke depan. “Meskipun AI menduduki peringkat teratas sebagai risiko, namun dampak penuhnya diperkirakan terlihat dalam tiga hingga lima tahun mendatang, menurut 85 persen responden,” kata laporan itu, dikutip dari Insurance Asia, Kamis, 6 Februari 2025.
Sebaliknya, inflasi sosial dan ancaman siber dianggap sebagai risiko yang lebih mendesak dalam waktu dekat.
Di tingkat global, risiko utama berbeda di setiap wilayah. Di Asia-Pasifik dan Amerika Latin, ketidakstabilan geopolitik menjadi perhatian utama akibat konflik dan ketidakpastian politik. Sementara itu, isu keberlanjutan yang sebelumnya menjadi perhatian utama kini turun ke posisi paling rendah dalam daftar risiko global.
|Baca juga: Aksi Borong Saham TUGU oleh Bos Tugu Insurance Berlanjut
|Baca juga: OJK Sebut Aturan Khusus untuk Asuransi Kendaraan Listrik Belum Terbit Tahun ini
Dampak finansial AI terhadap industri asuransi masih belum dapat dipastikan. Jika tidak diantisipasi, industri ini bisa menghadapi kesenjangan perlindungan seperti masalah ‘silent cyber’ di masa lalu, di mana risiko siber secara tidak sengaja tercakup dalam polis non-siber.
Kennedys menekankan pentingnya perusahaan asuransi untuk lebih waspada terhadap perubahan teknologi, ancaman siber, dan ketidakstabilan geopolitik agar dapat memberikan perlindungan yang lebih baik kepada para nasabah.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News