Media Asuransi, JAKARTA – Ekonom senior Indef Didik J Rachbini menilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat turun tajam dan sampai sekarang belum terlalu bertenaga karena dipengaruhi faktor ekonomi politik. Butuh sentimen positif signifikan untuk membuat indeks kembali menguat dan mendekati level 7.000.
“Bagaimana membaca harga saham yang jatuh dan terjungkal dalam beberapa hari ini? Pertanyaan ini hanya bisa dijawab secara ekonomi politik. Sebab faktor yang berpengaruh tidak lain adalah faktor ekonomi politik, yakni gabungan dari keduanya, ekonomi dan politik,” kata Didik, dikutip dari pernyataannya, Kamis, 27 Maret 2025.
|Baca juga: BRI (BBRI) Guyur Dividen Jumbo Rp51,73 Triliun dan Siapkan Buyback Saham Rp3 Triliun
|Baca juga: Petinggi BCA Kompak Borong Saham BBCA saat Harga Anjlok, Segini Besarannya!
Ia menambahkan biasanya pemerintah baru selalu disambut positif oleh pelaku pasar karena pemilihan umum sejatinya adalah penyegaran kepemimpinan. Mayoritas rakyat pemilih mendukung pemerintah baru sebagai kerelaan untuk dipimpin oleh pemimpin yang baru.
“Masalah terjadi kalau di atas kertas formal mayoritas mendukung, tetapi proses demokrasinya penuh tekanan, politik uang, dan penyimpangan politik yang memanipulasi rakyat sehingga tidak benar-benar nyata dukungan riilnya,” kata Didik.
“Tapi politik seperti ini adalah yang maksimal dihasilkan oleh suatu sistem pemerintahan dan rakyatnya, yang kemudian diuji dalam perjalanan kepemimpinan dan pemerintahan baru,” tambahnya.
|Baca juga: Jadwal Operasional BCA pada Libur Panjang Nyepi dan Idulfitri 2025
|Baca juga: Bos Asuransi Raksa Harap Kebijakan Spin-Off Lahirkan Asuransi Syariah yang Besar dan Kuat
Lebih lanjut, Didik mengungkapkan, pasar modal adalah alarm atau wake up call terhadap politik dan kebijakan pemerintah. Dirinya kembali menegaskan bahwa yang pertama dan terang benderang faktor saham yang terjungkal tidak lain adalah faktor politik.
“Yang harus dan wajib diingat oleh pemerintah, pemimpin, dan pengambil keputusan lebih dari dua pertiga dari masalah ekonomi adalah politik, sebaliknya masalah terbesar dari politik adalah ekonomi,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News