Media Asuransi, GLOBAL – Di tengah makin ketatnya aturan perbankan dan lesunya pembiayaan dari bank, perusahaan asuransi dan pengelola dana pensiun justru tampil sebagai penyelamat pembiayaan proyek infrastruktur. Mereka mengisi kekosongan yang selama ini ditinggalkan bank, terutama pinjaman jangka panjang yang kian dihindari perbankan akibat tekanan regulasi.
Chief Investment Officer untuk Infrastruktur di Allianz Global Investors (AllianzGI) Claus Fintzen mengatakan krisis keuangan global 2008 menjadi titik balik. Sebelumnya, sekitar 90 persen dari utang infrastruktur swasta bersumber dari bank. Namun kini, institusi seperti asuransi dan dana pensiun semakin aktif masuk ke segmen tersebut.
“Sekarang, peminjam infrastruktur akan selalu mempertimbangkan pasar bank dan pasar investor institusi saat menerbitkan utang baru,” ujar Fintzen, dikutip dari Insurance Asia, Selasa, 22 April 2025.
|Baca juga: Indonesia Negara Pertama Luncurkan Pedoman Investasi Pariwisata
Meski bank masih mendominasi pembiayaan infrastruktur, namun porsi investor institusional terus meningkat. Fintzen menjelaskan aset infrastruktur dianggap cocok bagi perusahaan asuransi karena risikonya yang relatif rendah dan volatilitasnya yang kecil dibandingkan dengan kelas aset lainnya.
Data Infralogic mencatat permintaan global atas utang infrastruktur melonjak 9,6 persen menjadi US$518 miliar per Maret 2025, di mana sekitar US$135 miliar (27 persen) di antaranya diserap oleh investor institusional. Di kawasan Asia Pasifik, pembiayaan infrastruktur justru turun 21 persen sepanjang 2024.
Meski demikian, pemanfaatan instrumen pasar modal meningkat tajam. Sedangkan penerbitan obligasi untuk pembiayaan infrastruktur naik 20 persen menjadi US$66,5 miliar. Energi terbarukan menjadi sektor paling aktif dengan pendanaan US$56,5 miliar, disusul oleh industri telekomunikasi sebesar US$50,5 miliar.
“Infrastruktur masih menjadi salah satu kelas aset dengan pertumbuhan tercepat,” tegas Fintzen.
|Baca juga: Ciptakan Ekonomi Inklusif, BRI Group Berdayakan 14,4 Juta Pengusaha Wanita di Hari Kartini
|Baca juga: Waspada, Tarif AS Diramal Hantam Investasi dan Likuiditas Industri Perbankan RI!
Laporan Boston Consulting Group menyebut aset kelolaan di sektor ini tumbuh 19,7 persen per tahun sejak 2015. Ketatnya regulasi perbankan seperti Basel III serta keterbatasan anggaran pemerintah membuat kanal pembiayaan tradisional makin sempit. Ini membuka peluang besar bagi investor institusional yang mencari aset stabil dan berdurasi panjang.
“Dana pensiun dan perusahaan asuransi melihat ini sebagai peluang emas karena kualitas investasinya yang solid dan hasil imbal yang konsisten,” pungkas Fintzen.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News