Media Asuransi, JAKARTA – Direktur & Founder Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat kebijakan tarif resiprokal Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan sangat berdampak terhadap arus investasi dan likuiditas sektor jasa keuangan, khususnya di pasar modal dan industri perbankan.
Sebelum ada perang dagang, ia menyampaikan, industri perbankan sudah mengeluh tentang ketatnya likuiditas. Hal itu terjadi lantaran pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan pertumbuhan penyaluran kredit semakin tidak sesuai.
|Baca juga: OJK Izinkan Perubahan Nama PT Asia Finance Risk menjadi PT Asia Finance Risk Pialang Asuransi
|Baca juga: BI Tarik Uang Rupiah Lama, Ini Pecahan yang Harus Kamu Tukar Sebelum Akhir April!
Tercatat di awal 2025, pertumbuhan penyaluran kredit berada di atas 10 persen. Akan tetapi pertumbuhan DPK hanya di angka lima persen. “Ditambah efek perang dagang maka arus investasi dan likuiditas cenderung turun,” ujar Bhima, kepada Media Asuransi, dikutip Senin, 21 April 2025.
Selain itu, Bhima memproyeksikan, di 2025 akan ada perang likuiditas yang menyebabkan era bunga mahal kembali terjadi. Sedangkan kondisi di pasar modal terbilang bervariasi karena adanya kebijakan buyback saham yang cukup membantu meredam volatilitas akibat keluarnya dana asing.
|Baca juga: IHSG Diprediksi Mixed, Ajaib Sarankan Koleksi Saham MYOR, EMTK, BRMS
|Baca juga: Efisiensi Perjalanan Dinas, Elnusa (ELSA) ‘Booking’ Pelita Air
Lebih lanjut, Bhima menegaskan, kebijakan tarif resiprokal AS akan memberikan efek tersendiri terhadap kinerja industri keuangan Tanah Air terutama perbankan dan asuransi di Indonesia. Bahkan, industri asuransi diprediksi mengalami krisis berkali-kali lipat akibat penerapan tarif AS dan mata rantainya adalah terjadinya perang dagang.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

