Media Asuransi, JAKARTA – Pemerintah Indonesia merespons cepat soal kebijakan tarif resiprokal yang baru-baru ini diumumkan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah negara mitra dagang, termasuk Indonesia. Respons sigap ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pertama yang diundang melakukan pembicaraan langsung dengan otoritas AS.
“Indonesia merespons cepat. Kita berkirim surat kepada Pemerintah Amerika, baik itu ke USTR, ke US Commerce, bahkan terakhir kepada US Treasury,” klaim Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam forum ‘Investor Daily Roundtable: Trump’s Trade Trap?‘ dikutip dari keterangan resminya, Jumat, 2 Mei 2025.
“Dan reach out Indonesia ternyata direspons positif oleh Amerika. Sehingga Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang diundang untuk dijadwalkan perbicaraan dengan Amerika,” klaimnya.
|Baca juga: Kuartal I/2025, Volume Transaksi Digital Bank Mandiri (BMRI) Naik 21,9% Jadi Rp7.066 Triliun
|Baca juga: MNC Kapital Indonesia (BCAP) Beri Penjelasan terkait Volatilitas Transaksi
Airlangga menjelaskan, sejak kebijakan tarif diumumkan, Indonesia aktif membangun komunikasi dengan sejumlah negara mitra strategis dan memperkuat posisi ASEAN dalam merespons isu ini. Pemerintah juga mengintensifkan diplomasi ekonomi dengan Amerika Serikat, Malaysia, Singapura, Uni Eropa, Inggris, dan China.
Dalam menghadapi dinamika ini, Indonesia menyusun strategi komprehensif. Pemerintah tidak hanya menyampaikan sikap, tetapi mengajukan proposal nyata yang disebut ‘comprehensive and fair proposal‘, termasuk revitalisasi perjanjian dagang yang sudah ada sebelumnya seperti Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) Indonesia-AS dan ASEAN-AS.
“Tidak hanya kita merespons kepada Amerika tetapi kita juga punya permintaan kepada Amerika. Sehingga sifatnya tidak satu arah, tetapi dua arah, untuk kebaikan perekonomian bilateral. Indonesia mengusulkan langsung di situ sebuah format perjanjian,” tutur Airlangga.
Dalam proses ini, Pemerintah AS disebut memberikan apresiasi terhadap langkah cepat Indonesia yang dianggap sebagai early mover. “Mereka sebutnya sebagai early mover. Nah tentu Indonesia sebagai early mover dan menyampaikan usulan yang relatif, comprehensive, diapresiasi oleh mereka,” ucapnya.
“Indonesia membayangkan ada 72 negara yang akan negosiasi, dan 72 negara itu akan diselesaikan dalam 90 hari. Maka untuk bisa bersaing dengan negara lain, tentu kita harus ada specialty, sesuatu hal yang menarik bagi Amerika,” tambah Airlangga.
Pemerintah juga mengantisipasi dampak kebijakan AS dengan memperluas pasar ekspor ke wilayah lain. Uni Eropa menjadi salah satu target prioritas, seiring dengan proses finalisasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia–Uni Eropa (IEU-CEPA) yang sudah memasuki tahap akhir.
|Baca juga: Prudential Indonesia Hadirkan PRUIncome Plus Demi Optimalkan Perencanaan Keuangan
|Baca juga: Melesat 16,5%, Bank Mandiri (BMRI) Catat Kredit Tembus Rp1.672 Triliun di Kuartal I/2025
Di saat bersamaan, Indonesia juga mempercepat agenda reformasi dalam negeri, khususnya untuk mendukung aksesi ke Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) serta keanggotaan di Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP).
Lebih lanjut, sebanyak dua satuan tugas telah dibentuk, yakni Satgas Negosiasi yang dikoordinasikan langsung oleh Menko Airlangga dan Satgas Deregulasi yang bertugas merampingkan regulasi di berbagai sektor.
“Arahan Bapak Presiden ini adalah kerja kita bersama, Indonesia incorporated. Jadi Indonesia incorporated ini yang kita berharap ke depan perekonomian bisa kita dorong. Walaupun semua negara terkena wabah tarif ini, diharapkan ASEAN punya antidote, sama seperti waktu menghadapi covid-19 ada vaksinnya,” tutup Menko Airlangga.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News