Media Asuransi, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebutkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menyumbang 61 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap 97 persen tenaga kerja. Namun, mayoritas pelaku UMKM berada di kategori mikro, kecil, dan ultra mikro yang rentan terhadap guncangan ekonomi dan politik.
Deputi Bidang UMKM DPN Apindo Arief Budiman menyoroti perlunya perubahan paradigma dalam melihat sektor UMKM di Indonesia. Ia menegaskan UMKM bukan sekadar pedagang kaki lima atau penjual makanan ringan.
|Baca juga: 4 Komisaris Bukit Asam (PTBA) Lengser Jelang RUPST Pekan Ini, Siapa Saja?
|Baca juga: AFPI Dorong Fintech Lending Segera Penuhi Ekuitas Minimum Jelang Batas Waktu dari OJK
“Kita mengacunya sama PP Nomor 7 Tahun 2021, pendapatannya itu sampai Rp50 miliar,” katanya, dalam diskusi Kick Off ISEI Young Economist Festival (IYEF) 2025 bertajuk ‘Driving Productivity to Boost Economic Growth‘, di Jakarta, Rabu, 11 Juni 2025.
Menurutnya pemerintah belum memiliki sektor unggulan yang jelas dalam strategi pengembangan UMKM. Sebagai contoh, jika berbicara soal ekspor makanan laut tertinggi saat ini ialah udang. Tetapi ekspor udang ke Amerika Serikat malah terganggu karena kebijakan tarif.
Hal itu mencerminkan tidak adanya value chain yang kuat dan terintegrasi. “Nah, yang susah adalah karena tidak ada sektor unggulan, jadi kalau kita mau memutarkan value chain, itu susah,” ucap Arief.
Arief mengatakan pemerintah masih terlalu berfokus dengan industri pertambangan. Padahal, menurutnya, banyak riset yang menunjukkan daerah ekstraksi mineral justru tingkat kemiskinannya lebih tinggi. “Kalau saya bilang, kapan jadi industrialisasinya? Kita ini belum sampai industrialisasi, sudah turun,” ungkap Arief.
Menanggapi hal tersebut, Apindo telah melakukan pendekatan dengan pembangunan berbasis kolaborasi lintas sektor atau pentahelix yang melibatkan semua sektor. Apindo, kata Arief, selalu memfokuskan pada iklim usaha yaitu dengan mendapatkan tenaga kerja sebanyak-banyaknya.
|Baca juga: Bos JRP Insurance Harap OJK Terapkan Sinkronisasi Aturan di Industri Keuangan
|Baca juga: Jurus Pamungkas MPM Insurance Pertahankan Cuan di Asuransi Kendaraan saat Penjualan Mobil Anjlok
Lebih lanjut, Arief menyebutkan, ekonomi saat ini tidak hanya membahas supply dan demand, tetapi juga membahas digitalisasi, bioekonomi, dan ekonomi kreatif. Menurutnya ekonom muda perlu menerapkan keilmuan ekonominya di dunia nyata yang dinamis dan terus berkembang.
“Jadilah ekonom yang bukan hanya menganalisis, tapi juga membangun. Yang penting itu apa? Punya empati, data, dan keberanian. Mari kita dorong bukan Indonesia tidak sekadar bertambah, tapi bertumbuh dalam ekosistem yang sehat dan inklusif,” tutup Arief.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News