Media Asuransi, JAKARTA — Setelah mencatatkan surplus pada bulan sebelumnya, posisi fiskal Indonesia kembali mengalami tekanan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Mei 2025 mencatatkan defisit senilai Rp21 triliun atau setara 0,09 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan perlambatan penerimaan pajak menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan kembalinya defisit dalam APBN.
|Baca juga: Sebagian Besar Orang Indonesia di Mode Optimistis Hadapi Masa Depan
|Baca juga: Pembiayaan Konsumer Bank Mega Syariah Cerah di Tengah Perlambatan Daya Beli
Sepanjang Januari hingga Mei 2025, pendapatan negara mencapai Rp995,3 triliun. Dari jumlah tersebut, penerimaan pajak berkontribusi sebesar Rp683,3 triliun atau 31,2 persen dari target APBN 2025 senilai Rp2.189,2 triliun.
“Dari overall balance, keseimbangan keseluruhan APBN KiTa, posisi APBN Mei 2025 mengalami defisit Rp21 triliun. Kita sudah mengumpulkan 33,1 persen dari target pendapatan tahun ini,” ujar Sri Mulyani, dalam konferensi pers APBN KiTa, di Jakarta, Selasa, 17 Juni 2025.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, kinerja penerimaan pajak menurun 11,28 persen secara tahun ke tahun (yoy) dari capaian Mei 2024 sebesar Rp760,38 triliun.
Di sisi lain, realisasi belanja negara hingga Mei 2025 telah mencapai Rp1.016,3 triliun atau 28,1 persen dari total pagu anggaran tahun ini. Belanja tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp694,2 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) senilai Rp322 triliun.
|Baca juga: Elmie Aman Najas Jadi Direktur Utama Allianz Life Syariah, Intip Profilnya!
|Baca juga: PR Besar Penerapan Skema Co-Payment di Asuransi Kesehatan, Berikut Rinciannya!
Kemudian, keseimbangan primer tetap mencatatkan angka positif. Per Mei 2025, surplus keseimbangan primer tercatat sebesar Rp192,1 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Mei 2024 yang mencapai Rp184,2 triliun, dan juga lebih tinggi dibandingkan dengan April 2025 yang tercatat sebesar Rp173,9 triliun.
Editor: Angga Bratadharna
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News