1
1

OJK Tegaskan Skema Risk Sharing 75:25 pada Penjaminan Kredit untuk Jaga Prinsip Kehati-hatian

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono. | Foto: OJK

Media Asuransi, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan ketentuan pembagian risiko atau risk sharing sebesar 75 persen : 25 persen dalam skema penjaminan kredit sebagaimana tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11 Tahun 2025.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono menjelaskan aturan tersebut mewajibkan lembaga penjaminan untuk menanggung maksimal 75 persen dari risiko kredit, sementara pemberi kredit wajib menanggung minimal 25 persen.

|Baca juga: Risiko Bencana Alam di RI Sangat Tinggi, OJK Buka Suara soal Skema Parametrik!

|Baca juga: Pemerintah dan Banggar Sepakati Asumsi Indikator Pertumbuhan Ekonomi di RAPBN 2026, Berikut Rinciannya!

Ogi mengatakan ketentuan tersebut bertujuan untuk menjaga prinsip kehati-hatian dan mendorong praktik penjaminan yang sehat. Ketentuan ini juga selaras dengan POJK 20 Tahun 2023 yang mengatur tentang produk asuransi kredit.

“Ketentuan risk sharing dalam POJK 11/2025 bertujuan untuk menjaga prinsip kehati-hatian dan mendorong praktik penjaminan yang sehat. Dalam skema ini, lembaga penjaminan menanggung maksimal 75 persen dari risiko kredit, sementara pemberi kredit tetap wajib menanggung minimal 25 persen,” ujar Ogi, dikutip dari jawaban tertulisnya, Rabu, 23 Juli 2025.

“Hal ini juga sejalan pada POJK 20/2023 terkait produk asuransi kredit,” tambah Ogi.

Ogi menekankan dengan adanya pembagian risiko ini, lembaga pemberi kredit tetap harus menjalankan analisis kelayakan debitur secara memadai. Skema ini juga dirancang untuk memastikan adanya akuntabilitas serta menjaga kualitas penyaluran kredit.

|Baca juga: OJK Bidik 50% Perusahaan Asuransi Syariah Punya Produk untuk Industri Halal di 2027

|Baca juga: Komisi XI DPR RI Sepakati Rencana Penerimaan dan Pengeluaran OJK Tahun 2026

“Tujuannya adalah untuk memastikan lembaga pemberi kredit tetap menjalankan analisis kelayakan debitur secara memadai, serta menjaga akuntabilitas dan kualitas penyaluran kredit,” kata Ogi.

Selain itu, masih kata Ogi, pembagian risiko ini penting untuk memperkuat keberlanjutan bisnis lembaga penjaminan dan sejalan dengan praktik manajemen risiko yang berlaku secara internasional. Melalui ketentuan ini, OJK berharap industri penjaminan dan kredit di Indonesia dapat semakin sehat, berkelanjutan, dan memiliki daya tahan terhadap potensi risiko.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post DBS Treasures Private Client Dorong Nasabah dan Generasi penerus Tangguh Perluas Ekspansi Berkelanjutan
Next Post Perusahaan Bahan Peledak Terpadu Dahana Diganjar Peringkat idA- dengan Prospek Stabil

Member Login

or