Media Asuransi – Indonesia adalah negara dengan risiko bencana yang tinggi, sehingga memerlukan kesiapan (country readiness) yang komprehensif dan memadai dalam menghadapi bencana, salah satunya dalam bentuk kesiapan pendanaan. Dalam menghadapi berbagai risiko tersebut, Pemerintah selalu menyiapkan Dana Cadangan Bencana dalam APBN sebagai bentuk kesiapsiagaan apabila terjadi bencana.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu, Febrio Kacaribu mengatakan dalam upaya mendukung hal tersebut, Grup Bank Dunia dan pemerintah telah menyepakati program Investment Project Financing with Performance-Based Conditions (IPF-PBCs) senilai US$500 juta. Program ini akan disertai hibah senilai US$14 juta dari Global Risk Financing Facility (GRIF), di mana US$10 juta dikelola oleh Kementerian Keuangan.
“Upaya ini, perlu dilengkapi dengan kebijakan pendanaan yang bersifat proaktif untuk menurunkan dan memindahkan risiko yang dihadapi masyarakat dan keuangan negara. Hal ini dilakukan melalui peningkatan pendanaan kegiatan mitigasi bencana dan pengasuransian aset masyarakat dan pemerintah baik pusat maupun daerah,” kata Febrio dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat, 22 Januari 2021.
Baca Juga: Pemerintah Targetkan 68 K/L Ikut Asuransi BMN pada 2021
Menurut Febrio, upaya proaktif Pemerintah dalam pendanaan kegiatan mitigasi ini tertuang dalam Strategi Pendanaan dan Asuransi Risiko Bencana atau Disaster Risk Financing and Insurance (DRFI). Salah instrumen utama Strategi DRFI pemerintahan adalah inovasi skema pendanaan kolaboratif Pooling Fund Bencana (PFB).
“Pemerintah Indonesia akan terus berinovasi dalam memitigasi risiko, menangani bencana, serta memulihkan pembangunan pascabencana. Dengan adanya PFB, respons di bidang pendanaan ini diharapkan lebih tepat sasaran dan tepat waktu,” katanya.
Febrio menambahkan, PFB merupakan salah satu instrumen pendanaan utama pada Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana (PARB) dan merupakan skema mengumpulkan dana dari berbagai sumber, baik dari Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, swasta, masyarakat dan mitra pembangunan untuk diakumulasikan dan dikembangkan bagi pendanaan penanggulangan bencana. PFB akan dikelola oleh unit pengelola dana yang berbentuk Badan Layanan Umum di lingkungan Kementerian Keuangan.
Menurutnya, program ini mengawal reformasi kebijakan dan akan digunakan untuk membangun kapasitas keuangan dan kelembagaan PFB serta perbaikan tata kelola pendanaan penanggulangan bencana. Tiga fokus utamanya adalah: (i) pendirian dan operasionalisasi PFB; (ii) peningkatan kesiapsiagaan untuk respons terhadap bencana yang lebih efektif di seluruh instansi pemerintah; dan (iii) pembangunan kapasitas dan sistem PFB untuk mendukung pendanaan penanggulangan bencana secara efektif.
”Sebagai Executing Agency program tersebut, BKF akan merumuskan kebijakan serta mengkoordinasikan pembentukan PFB dan pelaksanaan reformasi kebijakan yang menjadi komitmen dalam program ini,” jelas Febrio.
Baca Juga: AXA Financial Gandeng GIZ dan Inkopdit Sediakan Asuransi Mikro
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kemenkeu, Luky Alfirman, menambahkan selain sebagai modality untuk memperkuat kesiapan dalam menghadapi bencana, IPF-PBCs juga telah menambah instrumen pembiayaan yang dimiliki dalam penyediaan budget support. Agar instrumen ini dapat dimanfaatkan dengan baik diperlukan sinergi antarunit, sehingga apa yang menjadi performance sebagai syarat pemanfaatan fasilitas ini dapat di-deliver seuai dengan jadwal yang disepakati.
Menurut data Bank Dunia, Indonesia adalah negara dengan risiko bencana dengan peringkat ke 12 dari 35 negara di dunia. Hampir seluruh wilayah di Indonesia terpapar risiko bencana. Dampak dari berbagai bencana ini tentunya sangat signifikan dan multidimensi, mulai dari merenggut korban jiwa hingga hingga merugikan pembangunan dan ekonomi masyarakat, termasuk yang miskin dan rentan. One
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News