Media Asuransi – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, hingga data semester I/2021 sektor jasa keuangan tetap stabil. Hal ini dicerminkan membaiknya sejumlah indikator di sector jasa keuangan seperti penghimpunan premi, intermediasi perbankan, dan penghimpunan dana di pasar modal serta terjaganya rasio kehati-hatian (prudensial) di lembaga jasa keuangan.
“Sektor asuransi mencatatkan penghimpunan premi pada Juni 2021 sebesar Rp31,0 triliun, dengan rincian asuransi jiwa sebesar Rp21,1 triliun serta asuransi umum dan reasuransi sebesar Rp9,9 triliun.” kata Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK, Anto Prabowo, dalam keterangan resmi yang diterima Media Asuransi, Kamis, 29 Juli 2021.
|Baca juga: Hingga Kuartal I/2021, RBC Perusahaan Asuransi Jauh di Atas Ketentuan OJK
Selain itu, OJK juga menyampaikan bahwa rasio solvabilitas industri asuransi masih tinggi. “Risk–based capital (RBC) industri asuransi jiwa tercatat sebesar 647,7 persen dan RBC asuransi umum sebesar 314,8 persen. Jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen,” jelas Anto Prabowo.
Lebih lanjut dituturkan bahwa meskipun indikator ekonomi domestik sampai Juni masih menunjukkan berlanjutnya pemulihan, OJK mencermati adanya penurunan mobilitas karena pemberlakuan PPKM Darurat yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi laju pemulihan ekonomi ke depan.
|Baca juga: BRILife Lakukan Investigasi Marathon, Ini Fakta Terbarunya
Sementara itu, OJK mendukung program pemerintah dalam melaksanakan percepatan vaksinasi masyarakat dengan membuka sentra-sentra vaksin Covid 19 di berbagai daerah bekerjasama dengan industri jasa keuangan dan Kemenkes dengan target 10 juta vaksin hingga Desember. Percepatan vaksinasi diyakini menjadi kunci utama untuk membangun imunitas komunal sehingga mobilitas masyarakat bisa kembali normal dan perekonomian kembali bergerak.
OJK juga mencatat, pemulihan ekonomi global masih terus berlanjut terutama di negara ekonomi utama dunia seiring dengan laju vaksinasi dan mobilitas yang mulai kembali ke level prapandemi. “Selain itu, kebijakan moneter negara utama dunia diperkirakan masih akomodatif sehingga mampu menurunkan risiko likuditas di pasar keuangan global,” kata Anto. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News