1
1

Perekonomian Membaik Kredit Diperkirakan Tumbuh

    Bank Indonesia (BI) menilai bahwa saat ini kondisi ekonomi global dalam jalur yang membaik. Secara garis besar, pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat (AS) berada pada kondisi yang lebih baik, kemudian diikuti normalisasi suku bunga kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed). BI juga memperhatikan kebijakan perdagangan AS dan China. Secara internal, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid, karena ditopang oleh kondisi domestik dan eksternal yang masih baik. Hal-hal tersebut, menurut Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Firman Mochtar, menjadi bahan pertimbangan BI saatmemutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI rate 7 days repo 4,25 persen, pada April 2018.
“Kondisi domestik baik, didukung dengan investasi yang juga tumbuh dengan baik. Investasi, baik dalam bentuk dukungan maupun non bangunan sama-sama baik,” kata Firman saat menjadi pemateri dalam acara Pelatihan Wartawan Ekonomi yang diadakan Bank Indonesia di Lombok, NTB, 21 April 2018. Pertumbuhan investasi bangunan terjadi karena proyek infrastruktur yang sedang gencar dilakukan pemerintah Indonesia. Sementara untuk investasi non bangunan merupakan dampak lanjuPerekonomian Membaik Kredit Diperkirakan Tumbuhtan dari faktor eksternal, yaitu meningkatnya impor.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa investasi konsumsi berdampak pada meningkatnya impor bahan baku dan barang modal. Pada satu sisi memang terjadi peningkatan impor, tapi dalam jangka panjang barang impor ini dapat memberikan dampak positif dalam kapasitas produksi. “Ini bisa meningkatkan lapangan kerja dan akhirnya akan mendorong perekonomian,” ujar Firman.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Grup Riset Makro Prudensial BI Retno Ponco Windarti menjelaskan bahwa saat ini ada kondisi yang sangat mendukung dalam intermediasi perbankan. Likuiditas tergolong besar namun kondisi korporasi membaik, besaran makro akan sesuai dengan yang diharapkan. “Target dan perkiraan kita untuk pertumbuhan ekonomi dan inflasi berjalan baik. Kalau kita baca, terdapat arah positif dari Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Kredit sudah meningkat pertumbuhannya dan prediksi ke depan juga meningkat. Kita juga antisipasi kondisi global,” ujarnya.
Menurut Retno, BI menilai masih tingginya Non Performing Loan (NPL) di sektor pertambangan menjadi penghambat bagi bank dalam menyalurkan kredit ke sektor lainnya. BI mencatat bahwa lonjakan rasio kredit bermasalah terjadi sejak dua tahun lalu. “Kita tahu perkembangan yang terganggu dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan sektor pertambangan jatuh,” katanya. Dia berharap kenaikan harga komoditas akhir-akhir ini dapat membantu pelaku usaha sektor pertambangan untuk pulih. “Kita harap mudah-mudahan nanti akan kembali positif,” tambahnya.
BI optimistis target pertumbuhan kredit sebesar 10-12 persen pada tahun ini akan tercapai, walaupun penyaluran kredit tahun lalu hanya sebesar 8,1 persen (year on year/yoy). Ada tiga hal yang mendasari optimisme tersebut. Pertama, perbaikan rasio kredit bermasalah kecuali sektor pertambangan. Di sisi lain aset dan kinerja keuangan korporasi membaik sehingga diharapkan permintaan pembiayaan oleh korporasi untuk ekspansi bisnis meningkat di tahun ini. Kedua, penerapan Rasio Intermediasi Makroprudensial atau rasio pembiayaan terhadap pendanaan (financing to funding ratio/FFR) per Juli 2018. Perbankan nantinya diwajibkan memberi pembiayaan dengan rasio 80-92 persen dari total pendanaan yang dimiliki. Aturan Rasio Intermediasi Makroprudensial ini memungkinkan bank membeli surat berharga seperti obligasi korporasi dan boleh dihitung sebagai pembiayaan yang disalurkan.
Faktor ketiga adalah Giro Wajib Minimum (GWM) rata-rata (averaging) yang diperlonggar, dari 1,5 persen menjadi dua persen. Dengan demikian bank umum konvensional hanya berkewajiban memelihara GWM 4,5 persen dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) rupiah di BI setiap harinya, sedangkan sisanya yang dua persen dihitung rata-rata per dua minggu. Ketentuan ini berlaku mulai 16 Juli 2018. Sedangkan untuk GWM valuta asing (valas) bank umum konvensional dan syariah berlaku per Oktober 2018. Besaran rata-rata Giro Wajib Minimumnya pun sama, yakni dua persen dari total DPK. S. Edi Santosa

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Sentimen Negatif AS Pengaruhi Pasar Saham dan Surat Utang Indonesia
Next Post OJK Getol Fasilitasi Pendirian BWM dan BUMDes

Member Login

or