“Akibat nila setitik, rusak susu sebelanga” adalah pepatah yang pas untuk menggambarkan kondisi akhir-akhir ini di industri asuransi Tanah Air. Unggahan kekecewaan seorang nasabah asuransi yang sakit hati terhadap produk asuransi di media sosial yang viral, dengan sekejap menjadi penghakiman bagi industri asuransi nasional.
Bahkan, ada seorang wakil rakyat yang mengeluarkan pernyataan bahwa tidak ada asuransi yang benar, semua asuransi maling. Pernyataan tersebut sebenarnya merupakan pernyataan lama yang disampaikan pada Oktober 2022 yang diolah sedemikian rupa bak merespons unggahan si nasabah yang viral tersebut.
Meski pernyataan lama, hal tersebut tetap sangat disayangkan. Terlebih keluar dari mulut anggota dewan yang terhormat. Seharusnya, si wakil rakyat tersebut tidak cepat-cepat menarik kesimpulan dari adanya kasus aduan nasabah asuransi yang berkembang kala itu. Terlebih dengan kesimpulan yang mengeneralisir dan menghakimi industri asuransi secara keseluruhan.
Lalu, benarkah asuransi itu maling? Jawabannya tentu TIDAK. Bila asuransi itu maling maka produk asuransi pasti sudah dilarang pemasarannya baik di Indonesia maupun di tingkat global, seperti halnya produk investasi bodong.
Bisnis perasuransian di Indonesia secara legal diatur dalam UU No. 40/2014 tentang Perasuransian. Dalam praktiknya, bisnis perasuransian diawasi secara ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagai salah satu lini jasa keuangan non bank, asuransi merupakan sektor usaha yang highly regulated. Penyempurnaan regulasi terus menerus dilakukan oleh OJK dalam rangka menutup setiap loophole yang berpotensi merugikan baik nasabah maupun pelaku usaha perasuransian.
Di tingkat global, penetrasi produk asuransi jauh lebih besar ketimbang di Indonesia. Artinya, secara global terutama di negara maju, asuransi adalah produk yang terbukti memberikan manfaat kepada nasabahnya sehingga penetrasinya berkembang secara pesat. Sementara itu di Indonesia, penetrasi asuransi memang masih sangat rendah. Hal ini tak lepas dari perbedaan tingkat literasi asuransi dimana di Indonesia tingkat literasinya masih rendah, sedangkan tingkat literasi di negara maju sudah sangat tinggi.
Bukti nyata bahwa asuransi bukan maling adalah tren pembayaran klaim asuransi yang meningkat dari tahun ke tahun. Data statistik OJK mencatat bahwa pembayaran klaim asuransi sepanjang 2022 mencapai Rp392,78 triliun atau sebesar 73,71 persen dari total premi yang dikumpulkan sebesar Rp532,85 triliun. Dibandingkan dengan 2021 yang sebesar Rp356,13 triliun, pembayaran klaim tersebut meningkat 20,10 persen.
Bila dirinci berdasarkan sektornya, lini asuransi umum sepanjang 2022 membayarkan klaim sebesar Rp41,78 triliun dari total pendapatan premi sebesar Rp90,12 triliun. Angka tersebut naik 36,1 persen dibandingkan dengan angka klaim 2021 sebesar Rp30,68 triliun. Senada, rasio klaim asuransi umum tersebut naik menjadi 46,3 persen pada 2022 dibandingkan dengan tahun 2021 yang hanya 39,3 persen.
Sementara itu, total klaim dan manfaat yang dibayarkan industri asuransi jiwa sepanjang periode JanuariDesember 2022 mencapai Rp174,28 triliun atau sekitar 78,15 persen dari total pendapatan premi asuransi jiwa sebesar Rp223 triliun. Setidaknya lebih dari 12 juta nasabah telah menerima hak klaim dan manfaat dari polis asuransi jiwa yang dimilikinya.
Data pembayaran klaim tersebut menunjukkan bahwa perusahaan asuransi benar-benar menjalankan kewajibannya untuk membayarkan klaim kepada nasabah ketika risiko yang dijaminkan dalam polis terjadi.
Bila semua asuransi adalah maling seperti yang dituduhkan, niscaya tidak akan ada angka pembayaran klaim asuransi sebesar itu.
Kita semua pasti sepakat bahwa tidak ada praktik bisnis di muka bumi ini yang sempurna. Meski usaha tersebut telah teregulasi dan diawasi secara ketat, akan selalu ada tindakan-tindakan penyelewengan atau penyimpangan yang dilakukan oleh para oknum, tak terkecuali di industri asuransi.
Bahkan, tak sedikit perusahaan asuransi yang justru menjadi korban kejahatan klaim fiktif dari para nasabahnya. Oleh karena itu, munculnya sebuah kasus asuransi seharusnya direspons secara bijak dengan mengedepankan solusi dan upaya-upaya perbaikan, bukan malah menghancurkan industrinya. Setiap ada kesalahan atau pelanggaran harus ditindak sesuai dengan bobot kesalahannya.
Asuransi sebagai usaha yang memberikan jaminan atas risiko kerugian tentu keberadaannya sangat dibutuhkan tatkala kejadian yang mengakibatkan kerugian tersebut terjadi. Misalnya, saat mengalami kecelakaan, tertanggung tidak perlu pusing memikirkan biaya perbaikan kendaraannya atau biaya santunan kepada korban kecelakaan karena ditanggung oleh asuransi. Ketika meninggal dunia, tertanggung akan mewariskan dana klaim kepada ahli warisnya sesuai dengan nilai pertanggungannya. Dan masih banyak lagi manfaat dari asuransi sehingga tidak berlebihan bila dikatakan bahwa asuransi adalah penolong di saat nasabah tertimpa musibah.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News