1
1

OJK Kejar Pemenuhan Target Inklusi Keuangan

    Pemerintah Indonesia memasang target inklusi keuangan di akhir tahun ini mencapai 75 persen. Target tersebut ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Keuangan Nasional Inkusif (SNKI). Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perlu 52 juta rekening baru untuk mencapai target tersebut. “Tahun 2017 yang lalu sudah 49 persen, sedangkan tahun ini targetnya 75 persen. Tingkat layanan bank kita termasuk paling rendah dibandingkan dengan negara Asia lainnya,” kata Direktur Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Mohamad Miftah, dalam Pelatihan dan Gathering Media Massa Jakarta di Banyuwangi, Jawa Timur, 26 Juli 2019.

   Mengutip definisi World Bank, Miftah menjelaskan bahwa inklusi keuangan adalah setiap individu atau pelaku bisnis mempunyai akses terhadap produk dan layanan keuangan yang terjangkau dan bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan seperti transaksi, pembayaran, tabungan, kredit, dan asuransi. “Kuncinya juga di sini, harus punya account. Karena account merupakan langkah awal untuk inklusivitas. Fokus inklusi adalah membuka rekening, jadi ketika orang memiliki akses seperti ke bank itu namanya inklusi,” jelasnya.

    Oleh karena itu, perlu ada upaya peningkatan jangkauan bank di seluruh Indonesia. Salah satunya, OJK sedang mengembangkan program Laku Pandai (Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Inklusi Keuangan). Program Laku Pandai ini telah diatur OJK melalui POJK Nomor 19 dan POJK Nomor 3 Tahun 2014, serta SE OJK Nomor 6 dan SE OJK Nomor 3 Tahun 2015. Produk balutan Laku Pandai antara lain Basic Savings Account (BSA), kredit pembiayaan mikro, asuransi mikro, dan sebagainya.

    “Untuk BSA, cirinya tidak ada potongan bulanan, tanpa minimum saldo, dan tanpa minimum setoran. Saldo rekening maksimum hanya mencapai Rp20 juta. Transaksinya sekitar Rp5 juta per bulan, tidak boleh lebih,” ujar Miftah. Rekening BSA ini mengalami pertumbuhan yang pesat. Hingga Juni 2019, telah terdapat 24 juta rekening dengan saldo Rp2,49 triliun, berbanding jauh dengan Juni 2015 yang hanya berkisar 35.984. Persebarannya berada di Pulau Jawa sekitar 68 persen dan luar Pulau Jawa sekitar 22 persen.

    Dalam kesempatan yang sama, Direktur IKNB Syariah OJK Mochamad Muchlasin mengatakan, hingga saat ini sudah ada sekitar 53 perusahaan telah menjual produk asuransi mikro. Menurut dia, total klaim asuransi mikro dari Januari hingga Juni 2019 sebesar Rp2,8 triliun. Hal ini seiring dengan auransi mikro yang cenderung mengalami pertumbuhan setiap tahun. “Baik dalam hal jumlah peserta, premi, maupun klaim,” ujarnya.

    Dia menambahkan, jumlah peserta asuransi mikro sudah cukup banyak namun total premi asuransi mikro hanya mencapai kurang lebih 0,5 persen dari total premi industri asuransi. “Karena premi asuransi mikro harus terjangkau oleh masyarakat,” jelas Muchlasin. Untuk itu, OJK menginstruksikan perusahaan asuransi harus memiliki perjanjian kerja sama dengan agen laku pandai. Hal ini agar meningkatkan penggunaan asuransi mikro. “Agen laku pandai wajib memperoleh pelatihan mengenai produk asuransi mikro yang akan dipasarkan, namun tidak wajib memmiliki sertifikat agen asuransi,” tambahnya.

    Sementara itu, Direktur Lembaga Keuangan Mikro OJK Suparlan menyatakan bahwa OJK menargetkan jumlah Bank Wakaf Mikro (BWM) di akhir tahun 2019 mendatang mencapai 100 entitas. Sejak didirikan tahun 2017 dengan jumlah akumulasi pembayaran yang disalurkan sebesar Rp18,54 miliar yang disalurkan oleh 51 BWM. Penyebarannya paling banyak berada di Pulau Jawa seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Serang, dan lainnya. “BWM ini mulai launching tahun 2017, awalnya ada 20. Di pertengahan tahun 2019 sudah ada 51 buah. Targetnya 2019 bisa menjadi 100 buah,” katanya.

    Menurut Suparlan, target ini dapat terwujud jika dana sosial memadai. Dana sosial tersebut berupa donatur dari nasabah Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), corporate social responsibility (CSR), infak, dan wakaf. Untuk mengoperasikan satu BWM, dana yang diperlukan sebesar Rp4,2 miliar. Artinya, untuk membangun 49 bank sisanya, masih perlu dana lebih dari Rp200 miliar.

    Walau demikian dia menyatakan optimistis pendanaan untuk memenuhi target pendirian BWM pada tahun ini akan terpenuhi. “Optimistis nanti akan ada pendanaan, karena saat ini Bank Himbara telah membuka lebar pintu pintu pendanaan dari nasabahnya juga dana-dana dari luar negeri. Mudah-mudahan, kita doakan yang 100 ini bisa tercapai,” katanya. S. Edi Santosa

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post ISR TAA AAJI 2019
Next Post Tingkatkan Pengetahuan Anggota APARI Gelar Training dan Seminar Internasional

Member Login

or