1
1

Asuransi Mulai Akhiri “Silent AI Coverage”, Ini Alasannya!

Ilustrasi. | Foto: vida.id

Media Asuransi, GLOBAL – Perusahaan asuransi mulai meninggalkan praktik “silent artificial intelligence (AI) coverage” atau perlindungan implisit atas risiko AI dalam polis yang sudah ada. Langkah ini diambil seiring perubahan profil risiko lintas industri akibat pesatnya adopsi teknologi AI.

Melansir Insurance Asia, Senin, 22 Desember 2025, dalam laporan Insurance the AI Age yang dirilis WTW, Dr. Anat Lior dan Sonal Madhok menjelaskan bahwa selama ini risiko terkait AI kerap tercakup secara tidak langsung dalam polis asuransi siber, tanggung gugat, atau professional indemnity. Namun, perlindungan semacam itu dinilai menimbulkan ketidakpastian bagi penanggung maupun tertanggung.

Situasi ini disebut mirip dengan fase awal asuransi siber, ketika kerugian akibat serangan digital masih diserap oleh polis tradisional sebelum akhirnya lahir produk cyber insurance khusus. Masalahnya, risiko AI tidak selalu cocok dengan definisi kerugian dalam polis lama, sehingga berpotensi menimbulkan celah perlindungan saat klaim terjadi.

|Baca juga: NTT DATA Merilis 2026 Global AI Report: A playbook for AI leaders

Untuk mengurangi ambiguitas, perusahaan asuransi kini mulai menerapkan endorsement atau pengecualian khusus AI, sebagai sinyal pergeseran menuju polis dengan ketentuan yang secara eksplisit mengatur penggunaan dan risiko AI.

Bahkan, sejumlah produk asuransi AI berdiri sendiri mulai bermunculan, terutama untuk segmen usaha kecil dan menengah, sementara perusahaan teknologi besar cenderung memilih skema self-insurance.

WTW memproyeksikan, seiring tersedianya data klaim yang lebih memadai, risiko AI akan kembali terintegrasi ke lini asuransi utama. Pola ini kembali mengulang evolusi asuransi siber, di mana penanggung kini semakin memperketat ketentuan terkait keputusan otonom dan kesalahan algoritma.

|Baca juga:Artificial Intelligence Jadi Ancaman Baru di Kasus Penipuan Klaim Asuransi

Meski sebagian besar risiko AI masih dapat dipetakan ke polis tradisional, keterbatasan tetap ada. Sebagai contoh, polis siber umumnya tidak menanggung kerugian atas data milik perusahaan sendiri, sementara asuransi tanggung gugat tidak mencakup kerugian finansial murni.

Di sisi underwriting, perusahaan asuransi mulai mengajukan pertanyaan lebih rinci terkait tata kelola AI, pengawasan manusia, serta sistem pengendalian risiko. Penanggung juga cenderung lebih menyukai penerapan human-in-the-loop untuk pengambilan keputusan berdampak besar.

Perubahan regulasi, seperti EU AI Act, turut diperkirakan memengaruhi eksposur tanggung jawab di masa depan. Tak hanya sebagai penyedia proteksi, perusahaan asuransi juga semakin berperan sebagai mitra manajemen risiko dengan mewajibkan penerapan standar keselamatan tertentu agar perlindungan tetap berlaku.

Menurut Lior, kejelasan bahasa polis, tata kelola yang lebih kuat, serta peningkatan kualitas data underwriting diharapkan dapat menciptakan kepastian yang lebih besar, sehingga asuransi dapat mendukung adopsi AI yang lebih aman di berbagai sektor industri.

Editor : Wahyu Widiastuti

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Simak Potensi Cuan dari 4 Saham Rekomendasi MNC Sekuritas Ini
Next Post Manulife Syariah Pastikan Tak Ada Lonjakan Klaim di Bencana Banjir Sumatra

Member Login

or