Banjir Terparah dalam Sejarah Bali
10 September 2025, Bali dilanda banjir paling parah dalam sejarah modernnya. Hujan yang turun tanpa henti selama hampir 24 jam menyebabkan genangan air hingga empat meter di sejumlah titik. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 205 titik banjir tersebar di seluruh wilayah Bali, dengan konsentrasi terbesar di Kota Denpasar sebanyak 82 titik.
|Baca juga: Risiko Bencana Alam di RI Sangat Tinggi, OJK Buka Suara soal Skema Parametrik!
Sebanyak 18 orang meninggal dunia, dua lainnya dilaporkan hilang, dan ribuan warga harus dievakuasi. Jalan utama, jembatan, fasilitas umum, rumah warga, serta tempat usaha rusak berat akibat derasnya arus yang datang mendadak dengan debit tinggi.
Curah Hujan Ekstrem
Hujan ekstrem yang berlangsung selama hampir 24 jam tanpa henti menjadi faktor utama penyebab banjir ini. Total curah hujan yang turun mencapai lebih dari 300 milimeter di beberapa lokasi. Ini seperti curah hujan satu bulan yang diturunkan dalam satu hari. Lalu, mengapa hujan bisa berlangsung begitu lama, ekstrem, dan seakan terkunci di wilayah Bali?

Gambar 1. Curah hujan harian Indonesia pada 09 – 10 September 2025 (Sumber: BMKG)

Gambar 2. Dokumentasi survei banjir Denpasar di (kiri) Denpasar Selatan
Akurasi Model Banjir MAIPARK Capai 83%
Akurasi model dinilai menggunakan tiga indikator: (1) HIT, ketika model berhasil memprediksi banjir di lokasi yang benar; (2) MISS, ketika model gagal mendeteksi banjir yang terjadi; dan (3) selisih ketinggian, yaitu perbedaan antara tinggi genangan hasil observasi dan prediksi model.

Gambar 2. Titik-titik survei beserta kedalaman banjirnya dalam sentimeter (50 titik)
Peristiwa ini dipicu oleh tiga fenomena atmosfer yang datang bersamaan: (1) Gelombang Rossby, yaitu gelombang atmosfer berskala global yang terbentuk akibat rotasi bumi. Gelombang ini membuat awan hujan bergerak lambat sehingga terkumpul lebih lama di atas Pulau Bali, (2) Madden–Julian Oscillation (MJO), yaitu osilasi awan hujan berskala besar dari barat ke timur di wilayah tropis yang berulang setiap 30 – 60 hari. Osilasi ini membawa banyak uap air ke Indonesia, dan (3) Bibit siklon di Samudera Hindia (barat Sumatera) memicu pertemuan angin di sekitar Bali yang memperkuat pembentukan awan hujan.
|Baca juga: MAIPARK Menjalin Kerja Sama dengan Munich Re
Pemanasan global membuat kejadian serupa semakin mungkin terulang di masa depan. Dalam iklim yang terus menghangat, peluang terjadinya curah hujan ekstrem meningkat karena bertambahnya uap air di udara dan perubahan pola sirkulasi atmosfer.
Kerugian Ekonomi Sangat Besar
Bencana ini menyebabkan dampak ekonomi yang sangat besar. Berdasarkan data dari BPBD Provinsi Bali yang dikutip dari Bali Post, total kerugian material awal diperkirakan mencapai Rp93,5 miliar. Angka tersebut mencakup kerusakan rumah warga, pasar, jalan, jembatan, sekolah, serta infrastruktur vital lainnya. Selain kerusakan fisik, ribuan pelaku UMKM dan pedagang kecil kehilangan mata pencaharian sementara akibat terendamnya tempat usaha. Aktivitas ekonomi di pusat-pusat perdagangan terhenti selama berhari-hari.
|Baca juga: Gempa Megathrust Hantui Indonesia, Bos Maipark Bilang Begini Dampaknya ke Industri Asuransi
MAIPARK menjadikan peristiwa ini sebagai studi penting untuk menguji model banjir nasional yang dikembangkan dengan melalukan survei lapangan sesaat setelah banjir surut.
Hasil validasi menunjukkan bahwa model banjir MAIPARK mampu merepresentasikan kondisi lapangan dengan baik. Pada periode ulang 100 tahun, tingkat hit mencapai 83,33% dengan absolut error antara 46,83–110,47 cm.
Kemampuan industri asuransi dalam mengelola risiko iklim yang bersifat dinamis ini sangat bergantung pada kehandalan model bencana iklim yang dimiliki. Dalam konteks tersebut, MAIPARK senantiasa menjadi tulang punggung pengelolaan risiko iklim di industri asuransi umum Indonesia.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
