1
1

Inflasi Kesehatan Melonjak, Berikut Saran IFG Progress untuk Perusahaan Asuransi

Iliustrasi pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit. | Foto: Media Asuransi/Arief Wahyudi

Media Asuransi, JAKARTA – IFG Progress memberikan peringatan kepada perusahaan asuransi untuk memberikan perhatian terhadap fenomena inflasi kesehatan di Indonesia yang berisiko meningkatkan klaim asuransi kesehatan.

Untuk mengatasi dampak negatif inflasi kesehatan yang tinggi, pelaku industri asuransi kesehatan perlu memperkuat pengelolaan risiko bisnis.

Dalam Economic Bulletin – Issue 52 bertajuk Ancaman Inflasi Kesehatan terhadap Industri Asuransi Kesehatan, dikutip, Rabu, 9 Oktober 2024, Tim Riset IFG Progress mengemukakan bahwa inflasi kesehatan yang tinggi berdampak langsung pada peningkatan out of pocket health expenditure, yaitu biaya yang harus ditanggung sendiri oleh masyarakat.

|Baca juga: Inflasi Biaya Medis dan Loss Ratio Jadi Tantangan Produk Asuransi Kesehatan

Out of pocket health expenditure yang tinggi berpotensi mendorong rumah tangga ke dalam kemiskinan, terutama bagi keluarga berpenghasilan rendah tanpa akses asuransi kesehatan yang layak. Hal ini menjadi tantangan besar bagi banyak negara berkembang, termasuk negara-negara ASEAN-5.

Data inflasi kesehatan menunjukkan bahwa di Indonesia, tingkat inflasi kesehatan secara konsisten lebih tinggi daripada inflasi umum, dengan angka inflasi kesehatan di atas 12% sementara inflasi umum hanya 5,51%. Fenomena tersebut perlu ditelusuri lebih lanjut mengingat dampaknya yang dapat mendorong kenaikan klaim asuransi kesehatan sehingga berpotensi membebani industri asuransi jika tidak diimbangi dengan pengelolaan risiko yang baik.

Studi ini menemukan bahwa rata-rata masyarakat Indonesia melakukan 1-2 kunjungan rumah sakit per bulan, dengan lama rawat inap 4-5 hari per tahun. Setiap tambahan kunjungan meningkatkan pengeluaran sebesar Rp695.903, dan setiap tambahan hari rawat inap menambah biaya sebesar Rp810.301.

|Baca jugaL: Aon Prediksi Biaya Perawatan Kesehatan di AS Meroket di 2025

Adapun, dampak inflasi kesehatan berbeda di setiap wilayah. Biaya pengeluaran kesehatan terbesar berada di Pulau Kalimantan, diikuti oleh Sumatera, Nusa Tenggara, dan Maluku. Sebaliknya, Pulau Jawa, Sulawesi, dan Papua mengalami deflasi pengeluaran kesehatan pada 2023 dibandingkan 2022.

“Hasil dari studi ini diharapkan dapat membantu industri asuransi, khususnya lini usaha asuransi kesehatan untuk memberikan perhatian terhadap fenomena inflasi kesehatan yang terjadi di Indonesia dan berisiko meningkatkan klaim asuransi kesehatan.”

Untuk mengatasi dampak negatif inflasi kesehatan yang tinggi, pelaku industri asuransi kesehatan perlu memperkuat pengelolaan risiko bisnis. Salah satu langkah penting yang dapat dipertimbangkan adalah melakukan koordinasi antara pembuat kebijakan, industri asuransi, dan penyedia layanan kesehatan untuk mengembangkan solusi yang efektif dan berkelanjutan, terutama terkait dengan biaya kesehatan yang secara signifikan memengaruhi klaim kesehatan.

“Pelaku industri asuransi kesehatan juga harus memiliki strategi untuk memitigasi adanya perbedaan biaya kesehatan antar wilayah di Indonesia. Dengan demikian, strategi bisnis dapat diupayakan untuk lebih terfokus dan terarah sehingga dapat membantu menekan klaim biaya kesehatan.”

Editor: Achmad Aris

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post MD Entertainment Akuisisi Net Visi Media
Next Post Pool Advista Indonesia (POOL) Raih Dana Talangan dari Pool Advista Finance (POLA)

Member Login

or