Media Asuransi, GLOBAL – Laporan terbaru Geneva Association mengungkapkan kerugian yang ditanggung oleh perusahaan asuransi global akibat bencana seperti badai, banjir, kebakaran hutan, dan cuaca ekstrem diperkirakan melampaui US$200 miliar pada 2025.
Dilansir dari Insurance Asia, Jumat, 9 Mei 2025, sejak 2020, nilai kerugian tahunan dari bencana tersebut sudah secara konsisten melebihi US$100 miliar.
|Baca juga: Jenius Luncurkan Kartu Kredit yang Bisa Dipakai Bareng-bareng!
|Baca juga: Klaim Asuransi Kesehatan Melonjak, Bos Lifepal: Akses Terlalu Mudah Diberikan Tanpa Sistem Kontrol
Dalam laporan berjudul ‘Safeguarding Home Insurance: Reducing Exposure and Vulnerability to Extreme Weather‘, Geneva Association menyebutkan, meningkatnya kerugian tidak hanya disebabkan oleh bahaya terkait perubahan iklim, tetapi juga oleh keputusan manusia yang memperbesar risiko dan kerentanan.
Biaya pembangunan kembali yang semakin mahal akibat inflasi, gangguan rantai pasok, dan kelangkaan tenaga kerja turut memperburuk dampak bencana. Hal ini memperlebar kesenjangan proteksi —selisih antara total kerugian ekonomi dengan jumlah yang diasuransikan.
Asia tercatat sebagai salah satu wilayah dengan kesenjangan proteksi tertinggi. Beberapa penyebab kesenjangan ini antara lain rendahnya kesadaran risiko, ketergantungan pada bantuan pascabencana, serta rendahnya literasi keuangan masyarakat.
|Baca juga: Rivan A Purwantono Jadi Dirut Jasa Marga
|Baca juga: Allianz Utama Catatkan Laba Bersih Rp27,7 Miliar di 2024
Geneva Association menekankan pentingnya peran industri asuransi, khususnya asuransi properti dan kecelakaan, dalam membantu meredam dampak keuangan akibat cuaca ekstrem. Laporan ini juga menyoroti tantangan sektor perumahan di negara-negara maju seperti Australia, Kanada, Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat.
Di Australia, misalnya, sekitar 15 persen properti berada dalam tekanan keterjangkauan. Paparan terhadap risiko semakin tinggi karena keputusan dari berbagai pihak, seperti pengembang dan pemerintah daerah, yang lebih mengutamakan keterjangkauan harga rumah dibandingkan dengan faktor risiko, serta pemberian izin pembangunan di wilayah rawan bencana.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News