Media Asuransi, JAKARTA – Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata (IR) resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (AJS).
Kejaksaan Agung (Kejagung) menjerat IR dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan sejak 7 Februari 2025.
|Baca juga: Coreng Wajah Industri Asuransi, Dirjen Kemenkeu Jadi Tersangka Kasus Korupsi Jiwasraya
|Baca juga: Saham BSI (BRIS) Tembus Level Tertinggi di Awal Februari, Faktor Ini Pemicunya!
Penetapan status tersangka ini merupakan hasil pengembangan kasus dugaan korupsi Jiwasraya yang telah menjerat sejumlah pejabat sebelumnya. IR diduga terlibat dalam persetujuan pemasaran produk asuransi JS Saving Plan yang menjadi sumber utama kerugian negara dalam skandal ini.
Kronologi keterlibatan IR dalam kasus Jiwasraya
Mengutip keterangan resmi Kejagung, Selasa, 11 Februari 2025, kasus Jiwasraya bermula pada Maret 2009 ketika Menteri BUMN menyatakan perusahaan asuransi pelat merah itu mengalami insolvensi, dengan defisit pencadangan kewajiban sebesar Rp5,7 triliun per 31 Desember 2008.
Upaya penyelamatan sempat diusulkan oleh Menteri BUMN kepada Menteri Keuangan dengan menambahkan modal Rp6 triliun dalam bentuk Zero Coupon Bond dan kas. Namun, usulan tersebut ditolak karena tingkat solvabilitas Jiwasraya sudah berada di level minus 580 persen.
Menghadapi krisis keuangan ini, Direksi Jiwasraya yang terdiri dari Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan mengembangkan strategi untuk menutup kerugian.
|Baca juga: Isa Rachmatarwata Ditahan Kejagung, Manajemen Telkom Beri Penjelasan terkait Posisinya sebagai Komisaris
Mereka menciptakan produk asuransi berunsur investasi dengan bunga tinggi, yakni JS Saving Plan, yang menawarkan imbal hasil 9-13 persen, jauh di atas suku bunga rata-rata Bank Indonesia saat itu (7,50-8,75 persen). Produk ini kemudian dipasarkan melalui beberapa bank mitra.
Untuk mendapatkan izin pemasaran produk tersebut, Direksi Jiwasraya beberapa kali bertemu dengan IR, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK. Meskipun mengetahui Jiwasraya dalam kondisi insolvensi, namun IR tetap menerbitkan surat izin pemasaran JS Saving Plan pada 23 November 2009.
Sebanyak dua surat resmi yang dikeluarkan adalah Surat Nomor: S.10214/BL/2009 tentang pencatatan produk asuransi baru Super Jiwasraya Plan dan Surat Nomor: S.1684/MK/10/2009 tentang pencatatan perjanjian kerja sama pemasaran produk dengan PT ANZ Panin Bank.
JS Saving Plan akhirnya menjadi penyebab utama membengkaknya kewajiban Jiwasraya. Dengan skema manfaat tinggi dan berbagai insentif pemasaran, perusahaan mengalami tekanan keuangan berat. Premi yang diterima dari produk ini terus meningkat dari Rp2,7 triliun pada 2014 hingga Rp22,4 triliun pada 2017, dengan total Rp47,8 triliun dalam periode 2014-2017.
|Baca juga: Ketidakpastian Global Meningkat, Bagaimana Nasib Ekonomi Indonesia?
|Baca juga: Ekonomi China Melambat dan Suku Bunga Global Tidak Menentu, Indonesia Wajib Waspada!
Dana yang diperoleh kemudian diinvestasikan dalam saham dan reksa dana tanpa mengikuti prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Beberapa saham yang menjadi tempat penempatan dana Jiwasraya, seperti IIKP, SMRU, TRAM, LCGP, MYRX, SMBR, BJBR, dan PPRO, mengalami penurunan nilai drastis. Hal ini semakin memperburuk kondisi keuangan perusahaan.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 9 Maret 2020, total kerugian negara akibat pengelolaan dana investasi Jiwasraya selama periode 2008-2018 mencapai Rp16,8 triliun.
Penahanan dan langkah hukum selanjutnya
Setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan pemeriksaan, Kejaksaan Agung menetapkan IR sebagai tersangka. Ia dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
IR kini menjalani masa penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan sesuai Surat Perintah Penahanan Nomor: 11/F.2/Fd.2/02/2025. Kejaksaan Agung memastikan akan terus mendalami keterlibatan pihak lain dalam kasus yang telah menjerat banyak pejabat tinggi ini.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News