Media Asuransi, GLOBAL – Laporan AM Best mengungkapkan lonjakan biaya gugatan hukum dan besarnya nilai ganti rugi dalam kasus peradilan semakin menekan sektor reasuransi casualty. Tekanan ini membuat sejumlah perusahaan reasuransi harus memperkuat cadangan keuangan dan menghadapi margin keuntungan yang makin ketat.
Melansir Insurance Asia, Jumat, 28 Februari 2025, laporan berjudul ‘Casualty Reinsurance Capacity Remains Plentiful Amid Concerns‘ menyebutkan, meskipun kapasitas reasuransi masih mencukupi saat musim perpanjangan polis Januari 2025, namun ketersediaan reasuransi casualty bisa mengalami krisis jika langkah mitigasi tidak segera dilakukan.
|Baca juga: Saham MNC Digital Entertainment (MSIN) Masuk FTSE Global Equity Index
|Baca juga: Danantara Picu Aksi Wait and See hingga IHSG Terus Anjlok, Ini Kata Bos Telkom!
“Inflasi sosial masih menjadi faktor utama yang mendorong tren kerugian di sektor casualty selama beberapa tahun terakhir. Kondisi ini menciptakan ketidakpastian yang semakin besar di tengah sentimen sosial yang negatif,” ujar Associate Director AM Best Dan Hofmeister.
Fenomena inflasi sosial ini dipicu oleh meningkatnya jumlah tuntutan hukum, besarnya nilai ganti rugi yang dijatuhkan pengadilan, serta interpretasi kebijakan yang lebih luas. Situasi ini mendorong perusahaan reasuransi untuk menyesuaikan kembali model penetapan harga dan memperkuat cadangan mereka guna menghadapi risiko yang terus meningkat.
|Baca juga: Tugu Insurance (TUGU) Umumkan Likuidasi TRB (London) Limited
|Baca juga: Manajemen Bank Jatim (BJTM) Buka Suara soal Kasus Manipulasi Kredit di Cabang Jakarta
Banyak perusahaan reasuransi global telah memperkuat cadangan mereka sepanjang 2024 untuk mengantisipasi potensi kerugian. AM Best juga menemukan dalam 20 tahun terakhir, perusahaan dengan fokus pada segmen properti mengalami kenaikan harga saham yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang lebih banyak berinvestasi di segmen casualty.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News