1
1

Nyaris Separuh Warga RI Rentan Risiko Keuangan, OJK Soroti 5 Ancaman Serius Asuransi di 2025

Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Peransurasian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK,  Iwan Pasila. | Foto: Indonesia re

Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan hampir separuh masyarakat Indonesia belum memiliki perlindungan keuangan yang memadai terhadap berbagai risiko. Kondisi tersebut memperlihatkan lemahnya fondasi ketahanan finansial, terutama di tengah naiknya ancaman global terhadap sektor asuransi.

Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila menyatakan ada lima risiko utama yang saat ini menghambat pertumbuhan industri asuransi nasional. Kelima risiko tersebut meliputi bencana alam, kematian, serangan siber, kesehatan, dan dana pensiun.

|Baca juga: OJK Bawa Kabar Buruk, Gejolak Israel-Iran Disebut Berpotensi Hantam Produk Unitlink!

|Baca juga: OJK Wanti-wanti Industri Asuransi soal Aktuaris, Ini Langkah Cegah Tenaga Ahli Kabur

“Ini adalah lima risiko yang top yang dihadapi bersama-sama,” kata Iwan, dalam Insurance and Economic Resilience, di acara Indonesia Re International Conference 2025, di Jakarta, dikutip Kamis, 24 Juli 2025.

Ia menjelaskan risiko natural catastrophe seperti gempa bumi dan banjir sangat membebani industri asuransi, terutama di negara seperti Indonesia yang memiliki kerentanan geografis tinggi. Di sisi lain, risiko mortality atau kematian kini semakin relevan, seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup masyarakat.

Menurutnya tanpa dukungan proteksi asuransi yang memadai, hal ini berpotensi menjadi tekanan finansial baru bagi keluarga maupun negara. Selain itu, Iwan juga menyoroti risiko siber yang terus meningkat akibat masifnya adopsi teknologi digital di sektor keuangan. Tak kalah penting, masalah kesehatan juga menjadi tantangan utama.

“Kesehatan ini menjadi isu yang sangat-sangat trending di kawasan, dan kalau Bapak-Ibu lihat di kita itu tahun lalu dan dua tahun lalu itu kesehatan itu bisa naik sekitar 20–50 persen,” ucapnya.

Masalah kelima yang menjadi sorotan adalah rendahnya kesadaran masyarakat dalam menyiapkan dana pensiun. “Ternyata akumulasi saving kita itu untuk retirement sama sekali tidak memperhitungkan kebutuhan kesehatan. Sementara kita sangat butuh pembiayaan kesehatan ketika kita semakin tua,” tukasnya.

|Baca juga: Respons Putusan MK soal Pasal 251 KUHD, OJK Pantau Ketat Penyesuaian Polis Asuransi

|Baca juga: CUAP Bareng Prudential Meluncur, Tawarkan Penghasilan Tambahan bagi Gen Z hingga Ibu Rumah Tangga

Menurut data Global Asia Insurance Partnership (2022), kesenjangan perlindungan di Asia Pasifik telah mencapai US$886 miliar, meningkat 38 persen dalam lima tahun terakhir. Indonesia berkontribusi hampir 50 persen terhadap angka tersebut, menunjukkan masih banyak masyarakat yang belum memiliki perlindungan keuangan dasar.

Melihat kondisi tersebut OJK mendorong adanya sinergi antara regulator dan pelaku industri untuk mempersempit kesenjangan perlindungan serta memperkuat ketahanan ekonomi nasional melalui penguatan sektor asuransi.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Survei Perbankan Bank Indonesia: Penyaluran Kredit Baru Meningkat
Next Post Tanpa Gatekeeper, Inflasi Medis akan Menghancurkan Sistem Kita

Member Login

or