Media Asuransi, JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) saat ini sedang menyiapkan Program Penjaminan Polis (PPP) yang akan efektif pada awal 2028 mendatang. Bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun diminta menyiapkan industri asuransi supaya dapat menjadi peserta PPP.
Namun, sepertinya ada sejumlah tantangan yang dihadapi diantaranya adalah masih rendahnya penetrasi asuransi di kalangan masyarakat mengenai pentingnya memiliki asuransi serta permodalan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, Program Penjaminan Polis (PPP) diharapkan dapat menjadi solusi bagi para pemegang polis.
|Baca juga: IFG Progress Tawarkan Skema Program Penjamin Polis, Simak Detailnya!
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa saat ini aset asuransi sebesar Rp1121,69 triliun, yang terbagi menjadi asuransi komersial dan asuransi nonkomersial atau asuransi sosial.
Ogi juga menyampaikan bahwa premi sudah mulai recovery, premi akumulasi sudah mencapai Rp170,49 triliun per April 2024, tumbuh 8,86 persen year on year (yoy), sementara klaim Rp133,3O triliun.
Dia mengatakan bahwa saat ini ada 144 perusahaan asuransi di Indonesia terdiri dari yang asuransi konvensional jiwa ada 49 perusahaan dan umum 72 perusahaan, reasuransi ada 7 perusahaan, dan asuransi syariah ada sembilan asuransi syariah jiwa serta enam asuransi syariah umum dan satu reasuransi syariah.
Dalam hal ini Ogi menyadari bahwa penetrasi asuransi di Indonesia masih sangat rendah hanya 2,7 persen di 2022, dengan premi yang terkumpul hanya 2,7 persen dari GDP. “Diantara negara-negara ASEAN, Indonesia yang paling rendah penetrasi asuransinya hal ini dikarenakan rendahnya literasi keuangan asuransi,” jelasnya dalam Webinar Roadmap Industri Asuransi Jiwa dan Umum Menuju Pelaksanaan Penjaminan Polis Asuransi Lembaga Penjaminan Simpanan, 21 Juni 2024.
Ogi menjelaskan bahwa OJK secara proaktif turut serta dalam penyusunan ketentuan Undang Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) termasuk ketentuan yang menjadi kewenangan dari OJK. Dia menjelaskan latar belakang adanya PPP mulai dari permasalahan yang dihadapi pemegang polis, gagal bayar klaim atau manfaat kepada pemegang polis yang disebabkan oleh permsalahan keuangan yang dihadapi perusahaan asuransi.
|Baca juga: LPS Ingin Pastikan Program Penjaminan Polis Asuransi Siap Berjalan Sebelum 2028
“Gagal bayar klaim dan manfaat polis yang terjadi akhir-akhir ini memang menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada industri perasuransian, meski ini terjadi pada segelintir perusahaan asuransi yang gagal bayar dan ketidakmampuan atau ketidakseriusan pemegang saham untuk menyelesaikan klaim-klaim pemegang polis,” paparnya.
Ogi juga menyampaikan, program penjaminan polis merupakan amanat dari UU P2SK yang tertera dalam Bab VIII Bagian Kesatu Penyelenggaraan Program Penjaminan Polis Pasal 79 dan Bab XXVII Ketentuan Penutup Pasal 329. Dia menyampaikan bahwa penerapan PPP ini melibatkan OJK, LPS, dan Kementerian Keuangan dalam kaitan penyusunan peraturan pemerintah yang menjadi Amanah dari UU P2SK.
Dalam kesempetan itu Ogi membagikan pandangannya dalam penerapan PPP di beberapa negara lain, seperti di Korea Selatan, Australia, Perancis, dan Amerika Serikat.
“Untuk itu OJK sudah menyusun Roadmap Perasuransian 2023-2027, demi mewujudkan industri asuransi yang sehat, efisien, dan berintegritas, memperkuat perlindungan konsumen dan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi. Intinya saat ini OJK sedang menyiapkan untuk menyosong seluruh perusahaan asuransi dapat masuk dalam PPP pada 20208 nanti,” tegas Ogi.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News