Media Asuransi, GLOBAL – Permintaan asuransi siber di kawasan Asia Pasifik (APAC) mengalami lonjakan signifikan seiring dengan transformasi digital yang pesat. Gallagher Re mengungkapkan pasar di Thailand, Malaysia, Vietnam, Indonesia, dan Filipina dipandang sebagai area kunci untuk pertumbuhan lebih lanjut.
Dilansir dari Insurance Asia, Jumat, 27 September 2024, saat ini, pasar asuransi cyber APAC tumbuh hampir 50 persen per tahun dan menyumbang tujuh persen dari total pasar global per 1 Januari 2024. Meski pertumbuhan ini menggembirakan, namun tingkat penetrasi masih rendah dibandingkan dengan wilayah lain.
|Baca juga: 2 Perusahaan Asuransi Berencana Kibarkan ‘Bendera Putih’, Ini Kata OJK!
|Baca juga: Wacana Subsidi BBM Dicabut, Asuransi Kendaraan Bakal ‘Kena Getah’?
Sebagai perbandingan, pada 2022, premi asuransi siber di AS setara dengan 0,0353 persen dari PDB, sementara di APAC hanya mencapai 0,0025 persen, atau sekitar 14 kali lebih rendah. Bahkan, negara-negara besar seperti China dan India masih memiliki ruang untuk meningkatkan tingkat penetrasi asuransi siber mereka.
Perkembangan regulasi diperkirakan mendorong permintaan di masa mendatang, terutama dengan negara-negara seperti Singapura dan China yang menerapkan undang-undang perlindungan data ketat yang mengharuskan perusahaan memiliki asuransi cyber yang memadai.
Ada juga peluang pertumbuhan di sektor-sektor yang belum sepenuhnya dimanfaatkan, termasuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta perlindungan individu.
|Baca juga: 2 Perusahaan Asuransi Mau Tutup, Regulasi Ketat Jadi Biang Keroknya?
|Baca juga: Kadin Kubu Arsjad Rasjid Melawan, Upaya Hukum dan Organisasi Dilakukan
Namun, tantangan di pasar asuransi siber APAC tetap ada, termasuk kurangnya standar dalam ketentuan dan cakupan polis, kesulitan dalam penilaian risiko di lingkungan ancaman siber yang terus berkembang, serta terbatasnya data klaim historis mengingat kemunculan pasar ini yang relatif baru.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News