Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) tengah merancang skema asuransi kredit khusus bagi sektor fintech Peer-to-Peer (P2P) lending.
Skema ini diharapkan dapat memitigasi risiko kredit dan meningkatkan kepercayaan lender terhadap layanan pendanaan digital. Dalam pembahasan yang masih berjalan, implementasi asuransi tersebut rencananya melibatkan konsorsium perusahaan asuransi yang bertugas menentukan mekanisme pelaksanaannya.
Ketua Bidang Humas AFPI Kuseryansyah menjelaskan asuransi kredit sebenarnya sudah menjadi kewajiban di industri ini. Namun, formula dan skemanya masih dalam tahap finalisasi. Salah satu model yang tengah dibahas adalah pembagian risiko antara perbankan dan platform P2P lending.
|Baca juga: GoPay Digitalisasi Terminal Kalideres Dorong Kelancaran Mudik 2025
|Baca juga: Bos Jalin: Jaringan ATM Link Himbara Siap Layani Pemudik di Mudik Lebaran 2025
“Perbankan itu cover, saya lupa kalau tidak 70 ya 75 persen, 25 persennya dari platform. Nah, ini yang eksekusi teknisnya sedang dibahas, tapi masih di finalisasi,” ujar Kuseryansyah, kepada media di Jakarta, Selasa, 25 Maret 2025.
Lebih lanjut, ia menyebutkan, konsep konsorsium akan membantu memperkuat validitas data yang digunakan dalam penilaian risiko. Dengan skema risk sharing, data yang dikumpulkan dari berbagai platform akan lebih terstruktur dan luas, sehingga proses underwriting menjadi lebih akurat.
Selain itu, hal ini juga memungkinkan premi yang lebih kompetitif daripada setiap platform bekerja sama secara individual dengan perusahaan asuransi. Skema ini diproyeksikan dapat mulai diterapkan dalam waktu dekat.
Kuseryansyah menegaskan masih diperlukan pembahasan lebih lanjut antara para pemangku kepentingan, termasuk OJK, AFPI, dan AAUI. Namun demikian, ia menambahkan, implementasinya masih dalam tahap penggodokan agar skema yang dihasilkan optimal dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
“Harusnya tahun ini,” katanya.
|Baca juga: Tatang Nurhidayat Kembali Borong Saham Tugu Insurance (TUGU)
|Baca juga: Bank Mandiri (BMRI) Kucurkan Rp9,01 Triliun KUR ke 77.500 UMKM hingga Februari 2025
Terkait besaran premi, Kuseryansyah mengakui masih ada tantangan dalam menentukan angka yang ideal. Jika terlalu tinggi, akan membebani lender dan borrower, sedangkan jika terlalu rendah, perusahaan asuransi kesulitan mengelola risiko tanpa data historis yang cukup.
Asuransi ini nantinya akan bersifat opsional, tetapi platform P2P lending tetap wajib menawarkan opsi perlindungan kepada lender. Jika lender memilih untuk tidak menggunakan asuransi maka risiko kredit sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka.
“Jadi yang dimaksud dengan opsi itu, platform P2P lending wajib menawarkan opsi asuransi. Jadi kalau lender-nya mau diasuransikan, kita harus carikan,” jelas Kuseryansyah.
Dengan adanya skema asuransi ini, diharapkan industri P2P lending semakin kredibel, serta mampu memberikan perlindungan yang lebih baik bagi lender maupun borrower di tengah pertumbuhan pesat industri fintech di Indonesia.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News