1
1

Dana Pensiun Jadi Penolong Pekerja di Tengah Gelombang PHK

Ilustrasi. | Foto: Freepik

Media Asuransi, JAKARTA – Instrumen perlindungan sosial seperti dana pensiun dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dinilai menjadi penopang penting bagi para pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tengah gelombang PHK yang terus meningkat.

Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjudin Nur Effendi menegaskan dana pensiun dan JKP merupakan dua instrumen berbeda. Namun keduanya sama-sama penting untuk membantu pekerja bertahan usai PHK.

|Baca juga: Strategi Krom Bank Bikin Anak Muda Makin Lincah Atur Uang di Era Digital

|Baca juga: Wow! Laba Bersih Aneka Tambang (ANTM) Melonjak Lebih dari 10 Kali Lipat

“JKP dan jaminan hari tua yang relatif sama dengan dana pensiun itu kalau dibayarkan, sangat penting. Banyak yang sudah dibayarkan oleh BPJS, setahu saya,” ujar Tadjudin, kepada Media Asuransi, Rabu, 14 April 2025.

Menurut Tadjudin, ketika seorang pekerja mengalami PHK, mereka berhak atas dua manfaat dari BPJS Ketenagakerjaan. Pertama, santunan JKP yang dibayarkan sebesar 60 persen dari gaji terakhir, dengan periode pemberian manfaat selama enam bulan. Kedua, jaminan hari tua yang besarnya tergantung pada masa kerja.

“Itu kan dana dari perusahaan yang dibayarkan ke BPJS. Ketika seorang kena PHK, dia bisa membawa surat bukti PHK ke BPJS dan dia dapat enam bulan santunan dari 60 persen gaji,” jelasnya.

Ia menjelaskan jaminan hari tua yang disebutnya hampir serupa dengan dana pensiun, dapat dicairkan lebih awal jika pekerja memasuki usia 56 tahun atau mengalami PHK. Namun, tidak semua perusahaan menjalankan kewajiban mereka dengan baik.

“Kalau tidak mendaftarkan ke BPJS, itu salah perusahaan,” tegas Tadjudin.

|Baca juga: KPK Tegaskan Tetap Bisa Usut Korupsi di BUMN Meski Ada UU BUMN yang Baru

|Baca juga: Bank Mandiri (BMRI) Pede Penyaluran Kredit Tetap Menggeliat di 2025

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia per April 2025 naik menjadi 7,28 juta orang atau bertambah 83 ribu orang dari sebelumnya. Dari jumlah itu, lebih dari 70 ribu orang kehilangan pekerjaan akibat PHK. Sektor terdampak tak hanya padat karya seperti tekstil, garmen, dan alas kaki, tetapi juga merambah ke industri media.

Meski demikian, Tadjudin menyebut regulasi yang mengatur kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sebenarnya sudah ketat. Hal itu telah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja, termasuk kewajiban perusahaan memotong tiga persen dari gaji pekerja untuk disetorkan ke BPJS.

“Kalau perusahaan tidak mendaftarkan pekerjanya dan tidak membayar iuran ke BPJS, maka sanksinya jelas. Dalam kaitannya dengan PHK, yang harus membayar itu adalah perusahaan, bukan BPJS,” tukasnya.

Dengan tingginya angka PHK dan pengangguran, Tadjudin menekankan pentingnya peran pemerintah dan perusahaan untuk memastikan perlindungan jangka panjang bagi pekerja melalui instrumen dana pensiun dan JKP yang sudah disediakan negara.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Tokio Marine Dukung Upaya ADB untuk Perluasan Pembiayaan Infrastruktur Swasta
Next Post FWD & IPP Bidik Nasabah Gen Z Karena Jadi Ladang Cuan?

Member Login

or