Media Asuransi, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) melalui Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) mengindikasikan bahwa harga properti residensial di pasar primer secara tahunan terus meningkat hingga kuartal IV/2022 sebesar 2,00 persen year on year (yoy).
“Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) kuartal IV/2022 tercatat meningkat sebesar 2,00 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan 1,94 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya,” kata Direktur Eksekutif, Departemen Komunikasi BI, Erwin Harono, dikutip melalui keterangan resminya, Jumat, 17 Februari 2023.
Peningkatan IHPR terutama terjadi pada rumah tipe menengah, dengan kenaikan sebesar 3,22 persen yoy lebih tinggi dari 2,92 persen yoy pada kuartal III/2022. Lebih lanjut, harga tipe rumah kecil juga meningkat sebesar 2,08 persen yoy lebih tinggi dari 1,96 persen yoy pada kuartal III/2022.
Sementara harga tipe besar tercatat mengalami kenaikan sebesar 1,43 persen yoy, sedikit melambat dibandingkan kenaikan harga kuartal sebelumnya 1,48 persen yoy. Secara spasial, akselerasi kenaikan indeks harga tertinggi pada kuartal IV/2022 terjadi di Kota Balikpapan, Batam, dan Palembang.
|Baca juga: Pembelian Properti Online Naik Dua Kali Lipat di Lamudi Property Fair
Dari sisi penjualan, hasil survei mengindikasikan penjualan properti residensial di pasar primer pada kuartal IV/2022 tumbuh melambat. Penjualan properti residensial tumbuh sebesar 4,54 persen yoy pada kuartal IV/2022, lebih rendah dari 13,58 persen yoy pada kuartal III/2022.
Perkembangan penjualan pada kuartal IV/2022 yang melambat terutama disebabkan oleh penurunan penjualan tipe rumah menengah yang terkontraksi sebesar -18,88 persen yoy. Lebih lanjut, penjualan rumah kecil dan besar tercatat tumbuh melambat sebesar 14,44 persen yoy dan 17,28 persen yoy, lebih rendah dari 30,77 persen yoy dan 19,73 persen yoy pada kuartal sebelumnya.
Responden menyampaikan bahwa sejumlah hambatan dalam penjualan properti residensial primer dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: i) Kenaikan harga bahan bangunan (24,63 persen dari jawaban responden), ii) Masalah perizinan/birokrasi (14,41 persen), iii) Suku bunga KPR (15,27 persen), iv) Proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR (12,01 persen), dan v) Perpajakan (8,83 persen).
Hasil survei juga menunjukkan bahwa pembiayaan nonperbankan masih menjadi sumber pembiayaan utama untuk pembangunan properti residensial. Pada kuartal IV/2022, sebesar 72,51 persen dari total kebutuhan modal pembangunan proyek perumahan berasal dari dana internal.
Sumber alternatif pembiayaan lainnya yang menjadi preferensi pengembang untuk pembangunan rumah primer antara lain pinjaman perbankan dan pembayaran dari konsumen dengan proporsi masing-masing sebesar 16,90 persen dan 7,39 persen dari total modal. Berdasarkan komposisi dana internal, porsi terbesar berasal dari laba ditahan (39,24 persen) diikuti modal disetor (56,75 persen).
Sementara itu dari sisi konsumen, fasilitas KPR masih menjadi pilihan utama dalam pembelian properti residensial dengan pangsa sebesar 75,03 persen dari total pembiayaan, diikuti oleh tunai bertahap (18,22 persen) dan secara tunai (6,76 persen).
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News