1
1

Pemerintah Siapkan Strategi Guna Jaga Resiliensi Ekonomi di 2023

Deretan gedung bertingkat diantara jalan Jenderal Sudirman. | Foto: Arief Wahyudi

Media Asuransi, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko) Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa saat ini pemerintah tengah menyiapkan berbagai strategi dan kebijakan agar target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen (yoy) di tahun 2023 mampu terealiasi di tengah ancaman resesi.

“Kalau kita bicara global, memang global masih ada awan hitam, bahkan Managing Director IMF mengatakan Indonesia itu adalah the bright sight in the dark. Nah tentu Indonesia berharap, karena kita punya resiliensi selama penanganan pandemi covid, ini juga berharap punya resiliensi untuk di tahun 2023 ini,” ujar Airlangga, dikutip dari siaran resmi, Kamis, 19 Januari 2023.

Menko menyebutkan bahwa jika dari sisi manufaktur, PMI Manufaktur Indonesia kini masih berada di level ekspansif mencapai 50,9 di bulan Desember 2022 atau berhasil naik dibandingkan bulan November 2022 yang tercatat sebesar 50,3. Untuk menjaga kinerja sektor manufaktur, perlu optimistis, tetap menjaga demand, serta melakukan tindak lanjut hilirisasi dan pengembangan ekosistem di sektor manufaktur.

|Baca juga: Stabilitas Politik dan Kepastian Hukum Jadi Kunci Perekonomian di 2023

Sedangkan dari sektor riil, Menko Airlangga mengatakan jika pemerintah akan meningkatkan kinerja industri berorientasi ekspor yang semakin berdaya saing. Saat ini terdapat tiga primadona ekspor Indonesia yakni nikel, kelapa sawit dan turunannya, serta batubara.

Selain itu, Menko melanjutkan, sebelumnya pemerintah juga telah menetapkan kebijakan larangan ekspor bauksit yang akan berlaku mulai Juni 2023. Mengingat sebagian besar kebutuhan alumina masih impor, pembangunan smelter di dalam negeri menjadi prospek yang menjanjikan. Untuk mendorong percepatan pembangunan smelter, pemerintah akan mengidentifikasi dan merumuskan dukungan kebijakan terutama yang terkait dengan kebijakan insentif fiskal.

“Karena memang harga bauksit itu relatif rendah, ya dibawah 60 dollar. Tetapi kalau dia sudah menjadi aluminium bisa di atas US$2.300 , jadi nilai tambahnya luar biasa. Dan kedua, pemerintah menyadari bahwa sebagian daripada eksportir itu melakukan investasi yang tidak sepenuhnya direalisasikan,” katanya.

|Baca juga: KADIN Yakin Indonesia Mampu Terjang Badai Ekonomi 2023

Dalam kesempatan tersebut Menko Airlangga menyinggung mengenai ketetapan lama periode menahan valas dan sanksi Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang diatur dalam PBI Nomor 21/14/PBI/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor dan PP Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.

“Kalo devisanya parkir di negara sendiri, seperti Thailand itu mewajibkan 3 bulan, nah itu akan memperkuat cadangan devisa kita dan akan memperkuat kurs rupiah. Inilah yang diperlukan di tahun 2023. Dengan ekspor yang baik, kita minta dollarnya itu pulang, dan dollarnya pulang tentu disini dengan tingkat suku bunga tertentu dari sistem perbankan yang ditopang oleh BI. Memang ada permintaan BI, PP 1-nya terkait dengan devisa ini direvisi. Nah kami sedang mempersiapkan itu,” pungkasnya.

Editor: S. Edi Santosa

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Stabilitas Politik dan Kepastian Hukum Jadi Kunci Perekonomian di 2023
Next Post Ditetapkan PKPU, Manajemen Totalindo Eka Persada Tegaskan Tak Ganggu Operasional

Member Login

or