Media Asuransi, JAKARTA – Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada kuartal I/2024 turun dibandingkan kuartal IV/2023. Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa posisi ULN Indonesia pada kuartal I/2024 tercatat sebesar US$403,9 miliar, turun dibandingkan dengan posisi ULN pada kuartal IV/2023 yang sebesar US$408,5 miliar.
“Penurunan posisi ULN ini bersumber dari ULN sektor publik maupun swasta. Dengan perkembangan tersebut, ULN Indonesia secara tahunan atau year on year (yoy) mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,02 persen yoy. Pada kuartal sebelumnya, tumbuh 3,0 persen yoy,” kata Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, dalam keterangan resmi yang dikutip Kamis, 16 Mei 2024.
Dia tambahkan, posisi ULN pemerintah pada kuartal I/2024 tercatat sebesar US$192,2 miliar, turun dibandingkan dengan posisi kuartal IV/2023 sebesar US$196,6 miliar. Secara tahunan, ULN pemerintah terkontraksi sebesar 0,9 persen yoy, setelah tumbuh 5,4 persen yoy pada kuartal sebelumnya.
|Baca juga: Utang Luar Negeri Indonesia US$407,3 Miliar
Penurunan posisi ULN pemerintah terutama dipengaruhi oleh perpindahan penempatan dana investor nonresiden pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik ke instrumen investasi lain seiring dengan peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global. Pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara fleksibel dan oportunistik dalam aspek timing, tenor, currency, dan instrumen untuk mendapatkan pembiayaan yang paling efisien dan optimal.
Sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN, pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas pemerintah yang utamanya mencakup sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (21,1 persen dari total ULN pemerintah), Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (18,3 persen), Jasa Pendidikan (16,9 persen), Konstruksi (13,7 persen), serta Jasa Keuangan dan Asuransi (9,6 persen).
“Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,98 persen dari total ULN pemerintah,” jelas Erwin Haryono.
Di sisi lain, posisi ULN swasta pada kuartal I/2024 tercatat sebesar US$197,0 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan posisi kuartal sebelumnya sebesar US$198,4 miliar. Secara tahunan, ULN swasta mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,8 persen yoy, lebih dalam dibandingkan kontraksi pada kuartal IV/2023 sebesar 1,2 persen yoy.
|Baca juga: Bank Indonesia Menilai Utang Luar Negeri Indonesia Masih Terkendali
Kontraksi pertumbuhan ULN tersebut bersumber dari perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) dan lembaga keuangan (financial corporations) yang masing-masing mengalami kontraksi sebesar 1,8 persen yoy dan 1,6 persen yoy.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan, Jasa Keuangan dan Asuransi, Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas, dan Udara Dingin, serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 78,3 persen dari total ULN swasta. ULN swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,1 persen terhadap total ULN swasta.
Bank Indonesia menyatakan bahwa struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal ini tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang turun menjadi 29,3 persen dari 29,8 persen pada kuartal sebelumnya, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 86,8 persen dari total ULN.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News