1
1

Banyak PR yang Harus Diselesaikan

Deretan gedung perusahaan asruansi di Jakarta. | Foto: Lucky

Dalam paparan kinerja industri asuransi umum semester I/2023, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, menyatakan bahwa industri asuransi umum saat ini masih belum sehat, kendati secara total pendapatan premi mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,2 persen pada semester I/2023. Hasil underwriting masih belum bisa menutupi biaya operational expenditure (opex). Dia mencontohkan di balik peningkatan premi asuransi kendaraan bermotor, masih mencatatkan biaya akuisisi yang sangat besar sehingga marjin dari produk tersebut sangat kecil.

Sepanjang semester I/2023, premi industri asuransi umum mencapai Rp48,91 triliun atau tumbuh 6,2 persen dibandingkan dengan kinerja semester I/2022 yang sebesar Rp46,04 triliun. Pertumbuhan tertinggi pengumpulan premi dicatatkan oleh lini bisnis asuransi suretyship dengan pertumbuhan sebesar 45,4 persen dengan nilai premi Rp910 miliar. Pertumbuhan terbesar kedua dibukukan oleh lini bisnis asuransi engineering yaitu sebesar 38,0 persen dengan nilai premi Rp2,3 triliun.

Berdasar nilai premi, kontributor terbesar masih berasal dari lini bisnis properti dengan nilai premi mencapai Rp12,55 triliun atau turun 16,1 persen. Kontributor premi terbesar kedua adalah lini asuransi kendaraan bermotor dengan nilai premi mencapai Rp9,84 triliun atau tumbuh 12,4 persen. Adapun kontributor premi terbesar ketiga adalah lini asuransi kredit dengan nilai premi Rp8,41 triliun atau naik 31,4 persen, sedangkan kontributor premi terbesar keempat adalah lini asuransi kesehatan dengan nilai premi Rp3,91 triliun atau naik 14,2 persen.

Di pihak lain, kinerja industri reasuransi masih membukukan pertumbuhan negatif dalam hal pengumpulan premi. Hingga semester I/2023, premi reasuransi tercatat terkontraksi sebesar 7,2 persen menjadi Rp10,01 triliun dibandingkan dengan periode yang sama 2022 sebesar Rp10,79 triliun. Lini bisnis reasuransi yang mengalami kontraksi adalah lini reasuransi properti (-8,0 persen), kendaraan bermotor (-6,23 persen), marince cargo (-22,3 persen), aviation (-30,1 persen), satelit (-96,8 persen), energy on shore (-13,4 persen), liability (-31,8 persen), suretyship (-8,1 persen), dan aneka (-46,5 persen).

Menurut Budi Herawan, kinerja industri asuransi umum hingga semester I/2023 memang belum sesuai dengan yang diharapkan. “Ini tentunya PR (pekerjaan rumah) buat kita karena yang pasti kita dihadapkan satu dua persoalan di depan mata kita yaitu implementasi IFRS 17 dan rencana kenaikan permodalan dari OJK dengan implementasi adanya tier I, tier II di industri. Jadi ini memang PR yang menjadi tantangan di asosiasi, bagaimana kita dapat mendorong pertumbuhan yang cukup baik dan tentunya ujungnya return on equity, return on investment kita bisa di atas rata-rata,” katanya.

Tak hanya di asuransi umum, industri asuransi jiwa juga menghadapi PR yang sama yaitu implementasi IFRS 17 dan kebijakan kenaikan permodalan asuransi. Selain itu, industri asuransi jiwa juga menghadapi PR berat lain yaitu proses adaptasi Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) atau yang familiar disebut unitlink, dengan SEOJK tentang PAYDI. Tidak bisa dipungkiri, pemberlakuan SEOJK Nomor 05/SEOJK.05/2022 tentang PAYDI yang berlaku efektif 14 Maret 2023 itu telah mengoreksi pendapatan premi dari produk PAYDI yang selama ini menjadi kontributor utama pendapatan premi industri asuransi jiwa.

Mengutip data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), hingga paruh pertama 2023, total pendapatan premi asuransi jiwa membukukan penurunan sebesar 9,9 persen menjadi Rp86,23 triliun. Pada periode ini, produk asuransi tradisional berhasil mendominasi perolehan premi dengan nilai Rp43,67 triliun atau tumbuh sebesar 12 persen, sedangkan premi produk unitlink turun sebesar 24,9 persen dengan nilai Rp42,56 triliun. Kontribusi produk asuransi jiwa tradisional pada semester I/2023 tercatat mencapai 50,6 persen, sedangkan kontribusi produk unitlink sebesar 49,4 persen.

Menurut Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Budi Tampubolon, dominasi produk asuransi jiwa tradisonal belum pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Budi mengakui bahwa dominasi produk tradisional tersebut karena terjadinya penurunan dari produk unitlink yang masih menyesuaikan dengan SEOJK PAYDI. “Kami percaya ketika seluruh perusahaan asuransi jiwa yang memiliki pertanggungan atau produk PAYDI sudah sepenuhnya mengikuti SEOJK PAYDI, maka produk ini akan kembali meningkat,” jelas dia.

Selain PR internal industri yaitu membenahi praktik bisnis asuransi agar lebih sehat dan berkelanjutan, industri asuransi nasional baik asuransi jiwa maupun asuransi umum juga harus menghadapi PR-PR lain yang diberikan oleh regulator antara lain implementasi IFRS 17, kenaikan permodalan, dan SEOJK PAYDI. Kita percaya bahwa tujuan regulator adalah demi kebaikan dan keberlanjutan industri ini ke depannya. Namun, hendaknya PR-PR tersebut tidak diberikan secara berbarengan agar industri asuransi dapat mengerjakan dan menyelesaikannya secara optimal.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Best Insurance & Reinsurance 2023
Next Post Ini Dia Top 5 Reksa Dana Return Tertinggi 1 Tahun per 15 September 2023

Member Login

or