Kinerja industri asuransi nasional tercatat terus bertumbuh setelah melewati badai pandemi Covid-19. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat aset industri asuransi nasional per Desember 2024 mencapai Rp1.133,87 triliun atau naik 2,03 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2023. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp913,32 triliun dikontribusi oleh asuransi komersial yang juga mengalami kenaikan 2,40 persen secara year on year (yoy).
Dari sisi pendapatan premi, industri asuransi komersial mencatatkan premi sebesar Rp336,65 triliun atau naik 4,91 persen yoy yang terdiri dari premi asuransi jiwa sebesar Rp188,15 triliun atau tumbuh 6,06 persen yoy. Sementara itu, premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh 3,50 persen yoy dengan nilai sebesar Rp148,5 triliun.
OJK juga mencatat bahwa permodalan industri asuransi komersial masih menunjukkan kondisi yang solid. Industri asuransi jiwa serta asuransi umum dan reasuransi secara agregat melaporkan Risk Based Capital (RBC) masing-masing jauh di atas threshold sebesar 120 persen. RBC asuransi jiwa tercatat sebesar 420,67 persen, sedang industri asuransi umum dan reasuransi tercatat 325,93 persen.
Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat industri asuransi jiwa tetap tumbuh di tengah dinamika ekonomi global. Sepanjang 2024, pendapatan premi mencapai Rp185,39 triliun atau naik 4,3 persen dibandingkan dengan 2023. Pertumbuhan ini didorong oleh premi bisnis baru sebesar Rp108,32 triliun dan premi lanjutan sebesar Rp77,07 triliun.
Produk asuransi tradisional masih mendominasi sumbangan premi asuransi jiwa yaitu sebesar Rp110,36 triliun atau setara dengan 59,5 persen dari total premi yang dikumpulkan industri asuransi jiwa. Sementara itu, kontribusi produk unitlink hanya sekitar 40,5 persen.
Di sisi lain, data Asosiasi Asuransi Umum (AAUI) juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan premi sepanjang 2024. Industri asuransi umum berhasil mengumpulkan premi sebesar Rp112,8 triliun atau tumbuh 8,7 persen dibandingkan periode yang sama 2023 sebesar Rp103,8 triliun.
Angka-angka pencapaian kinerja industri asuransi nasional baik jiwa maupun umum tersebut patut diapresiasi. Namun, masih banyak tantangan yang berpotensi membalikkan keadaan saat ini. Sejumlah tantangan tersebut telah kami ulas mendalam di Majalah Media Asuransi Edisi Desember 2024.
Dalam perkembangannya, gejolak ekonomi dalam negeri kian besar, mulai dari gelombang PHK (pemutusan hubungan kerja), penurunan kelas menengah, penurunan daya beli masyarakat, ketahanan APBN, hingga gejolak pasar keuangan yaitu nilai tukar rupiah dan pasar saham.
Pada perdagangan sesi I Selasa, 18 Maret 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) terpaksa harus menghentikan perdagangan sementara waktu atau trading halt selama 30 menit karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun tajam lebih dari 5 persen ke level 6.146. Langkah trading halt ini adalah yang pertama kalinya sejak pandemi Covid-19. Data BEI menunjukkam investor asing mulai menarik diri dari pasar modal Indonesia, dengan aksi jual atau net sell sejak awal tahun hingga 19 Maret 2025 mencapai Rp30,32 triliun.
Anjloknya IHSG tersebut terjadi hanya selang 1 hari setelah Kementerian Keuangan melaporkan realisasi APBN hingga Februari 2025 yang mengalami defisit anggaran sebesar Rp31,2 triliun atau 0,13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit anggaran ini dipicu oleh penurunan pendapatan negara sebesar 20,85 persen dibandingkan dengan realisasi 2024.
Kekhawatiran bahwa ekonomi Indonesia dalam tren pemburukan, terakomodasi dalam Economic Experts Survey yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia. Sebanyak 55 persen responden setuju bahwa kondisi ekonomi saat ini telah memburuk dibandingkan dengan 3 bulan lalu. Kemudian, sebanyak 23 persen responden memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi periode berikutnya akan lebih rendah dari angka terkini.
Bila ekonomi memburuk tentu ini akan berdampak negatif terhadap bisnis asuransi, baik jiwa maupun umum. Pasalnya, bisnis asuransi jiwa sangat bergantung pada daya beli masyarakat, sedangkan bisnis asuransi umum sangat bergantung pada aktivitas ekonomi. Tentu kita berharap pemerintah dan regulator terkait bisa sigap merespons gejolak yang terjadi, agar kekhawatiran pemburukan ekonomi Indonesia tidak terjadi.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News